Mengenal Lebih Jauh KH. Taufiqul Hakim



Jika mau berusaha, niscaya dalam waktu 3-6 bulan, seorang santri sudah bisa membaca kitab kuning secara baik dan benar. Mengenai makna atau arti, itu urusan kamus.


Diakui atau tidak, banyak umat Islam yang tidak bisa membaca Alquran dengan baik dan benar. Dan, jangankan seluruh ayat-ayat Alquran, surah Alfatihah saja, terkadang masih banyak yang belum fasih dalam membacanya. Termasuk, mereka yang sudah berhaji sekali pun.

Bila membaca Alquran yang sudah ada harakatnya saja kesulitan, tentu akan lebih sulit lagi apabila membaca kitab kuning yang ditulis tanpa ada harakatnya. ''Ya, inilah tantangan kita semua. Sebenarnya, membaca kitab kuning itu mudah, asal tahu caranya,'' kata KH Taufiqul Hakim, penemu metode cara cepat membaca kitab kuning, yang juga pengasuh Ponpes Darul Falah, Bangsri, Jepara, akhir pekan lalu, saat mewisuda 25 santri putra dan putri dari Ponpes Al-Matin, Ciputat, Tangerang.

Kepada Syahruddin El-Fikri dari Republika, pria kelahiran Jepara, 34 tahun yang lalu ini bercerita tentang awal mula menemukan Metode Amtsilati yang dikembangkannya. Berikut perbincangannya.


Bagaimana awalnya sehingga Ustaz membuat metode cara cepat membaca kitab kuning?
Seperti kebanyakan para santri yang mondok di pesantren, setelah lulus atau tamat, mereka banyak yang kesulitan membaca kitab kuning. Padahal, mereka menuntut ilmu di pesantren hingga waktu yang lama. Ada yang tiga tahun, lima tahun, bahkan ada yang sampai 10 tahun.

Dan, selama itu pula, mereka biasanya mengaji kitab kuning dengan para pengasuh pesantren, ustaz, maupun santri senior yang memiliki kemampuan dalam membaca kitab kuning.

Selama di pesantren, mereka mendapatkan pelajaran, seperti nahwu yang dipelajari dari kitab kuning, di antaranyaAjurumiyah, Alfiyah Ibnu Malik, Nazam Imrithi, dan nahwu al-Wadlih. Begitu juga, dengan ilmu sharaf, seperti kitab tashrif yang memuat sekian ratus hingga ribuan tashrif untuk sebuah kata.

Agar memahami materi dalam kitab nahwu maupun sharaf itu, mereka umumnya harus menghafalkan. Kalau tidak hafal, biasanya mereka kesulitan untuk mempraktikkannya saat membaca kitab kuning.

Karena sudah sekian lama belajar, kemudian mereka keluar dari pondok pesantren, ada sebagian di antaranya yang tidak mampu lagi membaca kitab kuning. Bahkan, kedudukan masing-masing kalimat atau kata sudah tidak diketahui lagi.

Hal ini pula yang saya alami. Sekitar seribu nazam Alfiyah yang pernah saya pelajari dan hafalkan hingga selesai sekolah di madrasah aliyah, saya tidak tahu apa kegunaannya. Akhirnya, semuanya hilang. Sementara itu, keinginan untuk membaca kitab kuning sangat kuat. Namun, membaca secara baik dan benar kesulitan.

Berdasarkan pengalaman pribadi ini, akhirnya saya mencoba membaca sedikit demi sedikit. Kemudian, ayat-ayat yang ada dalam Alquran atau kitab kuning saya coba tulis dalam bentuk selembar kertas lengkap dengan harakatnya. Lalu, setelah saya baca, kemudian saya pahami, saya tulis lagi ayat-ayat tersebut pada kertas lainnya tanpa harakat. Saya terus praktikkan seperti itu, hingga akhirnya saya mulai bisa membaca tulisan arab yang tanpa harakat dengan benar.

Setelah itu, saya cari dasarnya. Kenapa tulisan mim dan nun seringkali dibaca min, dan jarang sekali dibaca man. Lalu, mengapa setiap akhir dari kata min itu, selalu diakhiri dengan huruf berharakat kasrah (bawah). Apa dasarnya dan bagaimana kedudukannya?

Nah, dasar dan kedudukannya itu kemudian saya cari dalam Alfiyah. Oh, ternyata kata min itu adalah bentuk huruf jer yang memberi harakat di bawah pada akhir huruf dari kata berikutnya. Misalnya, min al-Suuki, min al-madrasati, dan min funduqi.

Begitu juga, dengan kata ilaa, 'an, 'ala, fi, bi, li, rubba, dan ka. Dari situs, akhirnya saya dapat kesimpulan bahwa setiap ada huruf jer ini, kata berikutnya akan berharakat kasrah pada huruf terakhirnya. Begitulah seterusnya.

Bagaimana kemudian Ustaz memformulasikannya ke dalam sebuah buku Amtsilati itu?
Setelah saya meyakini bahwa apa yang saya pelajari sudah benar. Kemudian, saya coba praktikkan kepada beberapa teman saya yang dulu sempat mondok juga dan pada seorang anak kecil yang berumur sekitar delapan tahun.

Tanpa disangka-sangka, setelah saya ajarkan metode itu, kemudian saya suruh mereka menghafalkan beberapa nazam yang menjadi dasar dari kalimat atau kata yang dipelajari, mereka pun mampu mengungkapnya dengan baik dan benar.

Maka, mulai dari situlah saya yakin, metode ini bisa memberi manfaat bagi orang banyak, termasuk mereka yang tidak atau belum mengenal huruf hijaiyah sekalipun. Dari situlah, akhirnya saya menulis buku Amtsilati tersebut.

Berapa lama Ustaz menuliskan metode dan kaidah itu ke dalam buku Amtsilati tersebut?
Prosesnya memang cukup panjang dan unik pula. Setelah saya menyelesaikan pendidikan di Mathaliul Falah, Kajen, Pati, saya mendapatkan pelajaran Alfiyah. Saya tidak mengerti, yang penting disuruh menghafal dulu. Setelah hafal, saya bingung mau diapakan seribu nazam yang telah saya hafalkan itu. Baru naik kelas dua aliyah, mulai sedikit memahami akan kegunaannya. Dan, ketika lulus seperti yang saya ceritakan itu, saya mencoba mempraktikkannya, sedikit demi sedikit.

Lalu, ketika keinginan makin besar dan saya kebingungan bagaimana menuliskannya, saya kemudian sempat menuntut ilmu lagi di Ponpes al-Manshur, Popongan, Klaten, pimpinan KH Salman Dahlawi.

Di Ponpes ini saya mondok dengan sepenuhnya mengambil pendidikan thoriqah (tarekat--Red). Saya bertekad, tidak akan pulang ke rumah sebelum khatam thoriqah (tamat tarekat), mumpung belum menikah, ketika itu tahun 1996.

Alhamdulillah, selama 100 hari saya diberi anugerah Allah bisa menghatamkan thoriqah, yang mestinya ditempuh sampai lima tahunan. Saya kemudian pulang kampung.

Dari sini, selama beberapa tahun, tepatnya sekitar tahun 2000 saya meneruskan pondok yang pernah saya rintis sewaktu tamat dari Mathaliul Falah.

Ketika itulah, saya sempat mendengar ada sistem belajar cepat membaca Alquran yang dikenal dengan metode Qiroati. Terdorong dari metode Qiroati yang mengupas cara membaca Alquran yang ada harakatnya, saya ingin menulis yang bisa digunakan untuk membaca yang tidak ada harakatnya.

Memang, ketika orang mendengar nama nahwu, yang dipikirkan akan menjadi ngelu. Membaca buku atau kitab sharaf, seolah-olah membikin tegang syaraf. Maka, terbetiklah nama Amtsilati yang berarti beberapa contoh. Maka, mulai tanggal 27 Rajab, tepatnya tahun 2001 M, saya mulai merenung dan muncul pemikiran untuk mujahadah.

Di dunia tarekat, istilah ini sering digunakan ketika seseorang mengalami kesulitan lalu melakukan mujahadah agar mendapatkan petunjuk. Sambil mengamalkan doa-doa yang ada dan jika seseorang itu ikhlas melaksanakannya, niscaya akan diberi kemudahan. Mulailah saya melakukan mujahadah setiap hari hingga tanggal 17 ramadhan atau bertepatan dengan Nuzulul Quran. Kadang, ketika mujahadah, saya sempat ziarah ke makam Mbah Ahmad Mutamakkin, Kudus.

Dalam mujahadah itu, saya merasa berjumpa dengan Syekh Muhammad Baha'uddin An-Naqsyabandiyyah, Syekh Ahmad Mutamakkin, dan Imam Ibnu Malik. Hari itulah, pada 17 Ramadhan itu, saya merasa ada dorongan yang sangat kuat untuk segera menuliskannya. Dan, Alhamdulillah, dorongan itu saya lakukan hingga akhirnya tanggal 27 Ramadhan atau 10 hari ketika saya memulai menulis, terwujudlah buku Amtsilati dalam tulisan tangan.

Selanjutnya, naskahnya diketik oleh beberapa sahabat saya, yang kurang lebih membutuhkan waktu sekitar satu tahun, karena dilengkapi pula dengan khulashah dan dasar-dasar dari setiap contoh kata. Dari 10 ribu nazam Alfiyah hanya ada sekitar 184 yang kami pakai dalam buku Amtsilati. Dan, Insya Allah, itu semua sudah mencakup keseluruhan Alfiyah. Dan, selanjutnya, buku itu kami cetak sebanyak 300 eksemplar.

Bagaimana tanggapan masyarakat atas buku ini?
Ya, pertama kali, untuk membuktikan apakah metode yang saya gunakan berhasil, diadakanlah bedah buku pada 22 Juni 2002 di Jepara. Alhamdulillah, beragam tanggapan muncul, ada yang pro dan ada pula yang kontra.

Rupanya, dalam bedah buku di Jepara itu, ada seorang peserta yang tertarik kemudian mengundang kami menyampaikan lagi di Ponpes Manba'ul Quran di Mojokerto.

Untuk acara di Mojokerto, kami cetak lagi buku Amtsilati sebanyak seribu eksemplar. Alhamdulillah, responsnya sangat positif. Dari sini kemudian, berbagai undangan pelatihan kami terima. Baik yang diselenggarakan oleh perguruan Tinggi seperti Universitas Darul Ulum (Undar), Jombang, juga di Jember, Pamekasan, dan beberapa kota lainnya, termasuk Malaysia.

Bahkan, setelah seminar dari seminar, lalu pelatihan ke pelatihan, semakin meluaslah buku Amtsilati dan banyak masyarakat yang menyambut baik buku yang kami tulis tersebut. Alhamdulillah, hingga saat ini, buku Amtsilati telah terjual sebanyak tujuh juta eksemplar.

Dan, banyak pula kalangan mahasiswa, baik setingkat S-1 hingga S-3 yang tertarik untuk melakukan penelitian tentang metode yang kami tulis. Alhamdulillah, semuanya memberikan respons positif.

Apakah buku ini bisa dipelajari sendiri tanpa harus melalui seorang guru?
Ya, ini yang sekarang menjadi tantangan bagi kami untuk melakukannya. Terus terang, hingga saat ini saya sangat berharap metode Amtsilati bisa dipelajari setiap orang. Tapi, untuk saat ini, harus dengan seorang guru atau koordinator pesantren yang kami tunjuk. Saya masih khawatir, metode yang kami harapkan, yaitu seseorang bisa membaca kitab kuning dalam jangka waktu antara 3-6 bulan selesai. Nah, bila sendirian, saya khawatir hal itu tidak terpenuhi.

Jadi, untuk sementara ini, hendaknya bisa melalui koordinator pesantren yang telah kami tunjuk. Alhamdulillah, jumlah koordinator pesantrennya sudah cukup banyak tersebar mulai dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jabodetabek, Kalimantan, Sumatra, dan lainnya.

Apakah buku ini juga dijual bebas?
Untuk sementara tidak dijual bebas. Seperti tadi, saya khawatir mereka yang belajar sendiri akan kesulitan memahaminya. Lebih baiknya, silakan mereka menghubungi pesantren-pesantren yang ada, silakan mencari bukunya di sana dan bisa belajar Amtsilati kepada mereka.

Apalagi, buku Amtsilati itu ada lima jilid, yang perlu penjelasan dari seorang guru. Mereka yang belajar tidak diperkenankan naik ke jilid berikutnya sebelum selesai jilid di bawahnya.


Apa harapan selanjutnya dari buku ini?
Saya berharap, makin banyak orang yang bisa membaca kitab kuning dengan baik dan benar. Yang penting bisa baca dulu, tahu kedudukan dari setiap kata dan kalimatnya, bisa memberikan harakatnya dengan tepat. Itu yang penting. Mengenai maknanya, gampang, nanti tinggal buka di kamus, akan didapatkan makna atau arti dari kalimat itu.

Dan, selanjutnya, yang saya harapkan, ada santri yang mampu membuat lebih cepat lagi sehingga makin mudah bagi seseorang untuk belajar membaca kitab kuning.


Agama Islam Itu Hebat

''Agama Islam itu hebat dibandingkan dengan agama lainnya,'' kata KH Taufiqul Hakim menegaskan.

Mengapa? ''Karena sejak 14 abad silam, Alquran sudah membuat dan menuliskan berbagai teori yang sekarang banyak diklaim umat lain,'' paparnya.

Ia menyebutkan, beberapa penemuan ilmuwan dari Eropa, seperti kompas, mesiu, dan mesin percetakan. Ketiga jenis penemuan ini, ungkapnya, merupakan kunci dalam membuka cakrawala dunia.

''Maknanya dari ketiga jenis penemuan itu adalah umat Islam itu harus cerdas,'' katanya menegaskan.

Pria kelahiran Jepara, pada 14 Juni 1975 ini menyebutkan, kompas yang menunjukkan arah mata angin, seperti timur, barat, utara, dan selatan, justru telah dibicarakan oleh Alquran 14 abad silam.

''Kita punya kompas sejati, yaitu Alquran. Artinya, bila kompas menunjukkan arah manusia untuk menuju satu tempat dan dengan itu dia bisa selamat, Alquran justru akan menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat. Dengan Alquran, tentu kita akan bisa menguasai dunia,'' terangnya.

Kemudian, penemuan mesiu. Ketika masyarakat Eropa menggunakan mesiu dan memanfaatkannya sebagai senjata, jelas suami Hj Faizatul Mahsunah ini, umat Islam juga punya senjata yang sangat ampuh. Senjata itu berupa doa, zikir, asmaul husna, shalawat, dan wirid.

''Dengan niat yang tulus, ikhlas, dan semata-mata hanya karena Allah, niscaya Allah akan memudahkan kita mencapai kemajuan, asal dibarengi dengan usaha yang sungguh-sungguh,'' jelasnya.

Alquran, papar bapak dua anak ini, merupakan sumber ilmu pengetahuan, yang memungkinkan setiap umat Islam untuk terus menggalinya dan mengamalkannya dalam kehidupan.

Selanjutnya, ketika bangsa Eropa menemukan mesin percetakan untuk mendistribusikan ilmu pengetahuan, jauh sebelumnya Alquran sudah membicarakannya. ''Iqra' bismirabbikal ladzi khalaq, Khalaqal Insana min 'Alaq, Iqra' wa rabbukal akram. Alladzi 'allama bil qolam. 'Allamal Insana maa lam ya'lam. Alquran sudah mengajarkan manusia untuk membaca dan menulis. Kemudian, hadirnya sekolah-sekolah dan madrasah yang mampu mencetak generasi Islam yang lebih baik,'' katanya.

Lembaga pendidikan, menurutnya, jauh lebih hebat dari hanya sebuah mesin percetakan. ''Kalau mesin percetakan bisa dicetak untuk mendistribusikan sebuah buku dari seorang penulis, sebaliknya lembaga pendidikan bisa mencetak dan menghasilkan penulis-penulis buku yang hebat,'' terangnya.
Oleh karena itu, KH Taufiqul Hakim mengimbau umat Islam, senantiasa mempelajari Alquran dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. sya

http://republika.co.id:8080/berita/53690/KH_Taufiqul_Hakim_Membaca_Kitab_Kuning_Itu_Mudah

Amtsilati, Sebuah Keajaiban dari Jepara

Bahasa Arab itu Susah?
Saat berhadapan dengan barisan kata dalam bahasa Arab tanpa assesoris semestinya, tentu bukan hal yang mudah bagi awam untuk membacanya. Bahkan, santri jebolan pondok pesantren sekalipun yang sudah menahun menimba ilmu, masih saja gamang. Tidak bisa diragukan kalau kitab suci Al-Qur’an dan teks-teks hadits Nabi serta sebagian besar khasanah keislaman tertulis dalam bahasa Arab.

Membangun Kesadaran & Strategi Dalam Menghadapi Radikalisasi Agama




Saudara yang terhormat.
Ada  dua hal yang di Indonesia ini dicampuradukkan yakni, menegakkan syariat dengan membuat negara Islam. Ini dua hal yang berbeda tapi suka disamaratakan. Menjalankan syariat Islam untuk orang Islam itu hukumnya wajib, gak usah disuruh. Menurut Imam Ghazali, dibagi menjadi fardhu ain dan fardhu kifayah. Jadi, tidak ada halangan apapun di negara pancasila dan NKRI untuk menjalankan dan penegakan syariat itu, untuk masing masing kelompok yang berkepenting pada bidangnya.
Tapi kalau membuat negara Islam itu lain, dia ( kelompok yang ingin membangun Negara Islam )  merombak struktur daripada negara ini sedangkan negara ini dihuni orang Islam, orang tidak Islam, orang yang Islamnya seperti ulama sampai Islamnya seperti preman. Semua ada disitu.
Akibat Indonesia menjadi Negara Islam

Keceriaan saat MUSLUB


Keceriaan yang tampak setelah pemilihan wapres yang sebelumnya kosong. Ainul Yaqin berhasil meraih kedudukan wapres itu dengan perolehan yang tipis dengan Sulaiman yaitu 15

MUSLUB BEM STAIMA dihentikan ?




Malam Sabtu, Badan Eksekutif Mahasiswa “Revitalis” STAI Ma’had Aly Al-Hikam Malang mengadakan acara MUSLUB ( Musyawarah Luar Biasa ). Tampak begitu antusias anggota BEM mengikuti acara malam hari itu yang bertempat di Gedung Ma’had Aly Lantai I. Tenang dan khidmat ialah isyarat antusias para aggota dalam pembukaan.
Pembawa Acara dalam acara MUSLUB ialah Ja’far Sodiq ( Mahasiswa STAIMA semester III). Pembukaan dibuka dengan membaca ummul kitab. Dilanjutkan dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan oleh Mujib ( Mahasiswa MA semester I ). Acara selanjutnya yakni sambutan-sambutan.  Sambutan pertama disampaikan oleh ketua panitia Acara MUSLUB ialah M. As’ad Ulul Albab. Dalam sambutannya, pengurus BEM yang membidangi departemen bahasa ini, menyampaikan akan banyak terima kasih dapat mengikuti acara MUSLUB yang dilandaskan karena, pertama, adanya surat pengunduran diri dari wapres sebelumnya, kedua kosongnya jabatan wapres, dan ketiga pasal tertera dalam AD/ART.
Sambutan selanjutnya disampaikan oleh Kabag. Kemahasiswaan, Ust. Rosidin. Dosen yang sedang menjalani study S-3nya di IAIN Sunan Ampel Surabaya ini menjelaskan bahwa musyawarah ini diusahakan menjadi awal evaluasi bersama dalam menjalankan program kerja yang telah diadakan BEM. Harapannya, dalam musyawarah tidak hanya banyak berbicara namun juga banyak action untuk membantu, memperlancar dan ikut menjadi partisipan dalam mensukseskan program kerja BEM.
Jika BEM “Revitalis”, maka dengan Revitalisnya dapat memperbaiki program yang telah lama diabaikan. Asalnya, para anggota tidak semangat, dengan revitalis diusahakan dapat lebih bersemangat dan lebih mendapat antusias dari anggota BEM. Ustadz Rosidin juga mengharapkan untuk wakil presiden terpilih nanti bisa “Khairun Minha” ( lebih baik dari sebelumnya ) atau minimal mistliha ( sepadan dengan sebelumnya ).
Masuk pada acara inti yakni sidang paripurna MUSLUB ( Musyawarah Luar Biasa ) BEM “Revitalis”. Akhir waktu, MC memberi kuasa waktu kepada presidium terpilih, yakni, pertama Subur Wijaya. Kedua, Fauzi Haz. Ketiga, Bahruddin.
Dimulai dengan pengesahan agenda acara dilanjutkan pada tata tertib Musyawarah Luar Biasa. Bukan Mahasiswa kalau tidak kritis, saat pertengahan sidang, para anggota saling bertukar pikiran, saling men-justifikasi maupun meng-klarifikasi. Semisal dalam bab tata tertib Musyawarah Luar Biasa Pasal satu yakni status, nama, tempat dan waktu. Poin pertama, Musyawarah Luar Biasa Badan Eksekutif Mahasiswa STAIMA Al-Hikam Malang merupakan  musyawarah tertinggi ke-2 Mahasiswa  STAI Ma’had Aly Al-Hikam Malang. Poin kedua, Musyawarah Luar Biasa Badan Eksekutif Mahasiswa STAIMA Al-Hikam Malang merupakan  kekuasaan tertinggi Mahasiswa  STAI Ma’had Aly Al-Hikam Malang.
            Beda kata, beda arti dan beda faham. Itulah yang terjadi pada awal MUSLUB ini. Perbedaan kali ini dalam hal kata musyawarah tertinggi ke-2 sedangkan poin kedua menyatakan kekuasan tertinggi (tanpa ke-2).
            Difikir sekilas, otomatis jika poin pertama dikatakan tertinggi ke-2 maka tidak mustahil poin kedua pun ( yang asalnya tanpa ke-2 ) ditambah kata ke-2. Namun masih saja ada, segelintir peserta yang berpendapat lain bahwa tidak usah menambahkan alias tetapkan seperti adanya. Saking bingungnya dan kuatnya antara dua kubu itu, ada satu peserta yang order “daripada bingung2 dan molor waktu, mending kita hapus saja poin kedua itu.”
Sehingga presidium tak menyadari bahwa dia sudah menumpuk 3 question yang semuanya belum jelas mana yang terlebih dahulu didahulukan untuk dijawab dan ditawarkan pada forum.
Sesudah ada kesepatan dalam lobbying, yakni poin kedua dihapus, Presidium melanjutkan pada point selanjutnya. Belum lama kemudian, salah seorang peserta meminta penjelasan tentang landasan diadakannya MUSLUB karena dalam pasal yang tertera dalam draft MUBES dikatakan bahwa MUSLUB dapat diadakan jika presiden dan wakil presiden tidak dapat menetap dan meneruskan kepengurusannya, sedangkan secara realita yang tidak dapat meneruskan kepengurusan hanya wakil presidennya saja.
Namun, ada klarifikasi bahwa kekosongan wapres tersebut dapat memoroskan kinerja pengurus BEM dan memang adanya wapres sangat dibutuhkan. Beberapa waktu, terjadi silih faham hingga banyak pendapat antara kedua kubu yang ingin MUSLUB dihentikan dan dilanjutkan.
Sedemikian pendapat banyak diperdebatkan, akhirnya masuk pada tahap pencalonan dan pemilihan. Tahap pencalonan pun masih dimusyawarahkan, apa criteria menjadi wapres BEM itu ?. sesudah ditentukan yakni pengurus BEM periode 2011-2012 selain pengurus harian, akhirnya Ainul Yaqin terpilih menjadi wapres mengisi kekosongan dengan perolehan suara terbanyak 15 suara, disusul dengan Sulaiman ( 11 Suara ), Ghulam ( 3 Suara ), Sabiq ( 2 Suara ), Tamami ( 2 Suara, Rahmat F. ( 1 Suara ).

MUSLUB BEM dibubarkan ???


Gara-Gara Kata “dan”
Tak terduga dan tak terkira. Hanya gara-gara kata “dan”, hampir saja tidak ada pemilihan wakil presiden atau pembantu presiden BEM “Revitalis” yang sedang kosong.  Sebelum-nya, para audiens belum menampak-kan jati dirinya dalam pembukaan.  Dimulai dari pemanggilan presidium. Pertama, Subur Wijaya. Kedua, Fauzi Haz. Dan ketiga, Bahruddin. Kuasa wak-tu diberikan kepada presidium I yakni Subur Wijaya.
            Baru pertama saja, forum sudah mulai memanas. Subur membacakan satu persatu agenda acara dan langsung menanyakan forum apakah disepakati. Sepakat !!!. lalu sebelum melanjutkan pada agenda waktu kedua, Pak Zainuddin order bahwa agenda acara langsung dibacakan semua ( tak usah satu persatu ), baru menanyakan kesepakatan agar  waktu tidak molor. Langsung saja order baik itu disepakati.
            Gantian pak Qomar, meng-order untuk agenda acara tidak usah terlalu sesuai dengan yang tertera, dia mengusulkan waktu musyawarah ini mengalir begitu saja. Tanpa pikir panjang, Presidum menawarkan dan Sepakat !!!.
            Masuk pada bab tata tertib Musyawarah Luar Biasa Pasal satu yakni status, nama, tempat dan waktu. Poin pertama, Musyawarah Luar Biasa Badan Eksekutif Mahasiswa STAIMA Al-Hikam Malang merupakan  musyawarah tertinggi ke-2 Mahasiswa  STAI Ma’had Aly Al-Hikam Malang. Poin kedua, Musyawarah Luar Biasa Badan Eksekutif Mahasiswa STAIMA Al-Hikam Malang merupakan  kekuasaan tertinggi Mahasiswa  STAI Ma’had Aly Al-Hikam Malang.
            Beda kata, beda arti dan beda faham. Itulah yang terjadi pada awal MUSLUB ini. mungkin ini adalah hal krusial kedua selain judul “gara-gara dan”. Terjadi silah-silih faham. Perbedaan kali ini dalam hal kata musyawarah tertinggi ke-2 sedangkan poin kedua menyatakan kekuasan tertinggi (tanpa ke-2).
            Difikir sekilas, otomatis jika poin pertama dikatakan tertinggi ke-2 maka tidak mustahil poin kedua pun ( yang asalnya tanpa ke-2 ) ditambah kata ke-2. Namun masih saja ada, segelintir peserta yang berpendapat lain bahwa tidak usah menambahkan alias tetapkan seperti adanya. Saking bingungnya dan kuatnya antara dua kubu itu, ada satu peserta yang order “daripada bingung2 dan molor waktu, mending kita hapus saja poin kedua itu.”
Sehingga presidium tak menyadari bahwa dia sudah menumpuk 3 question yang semuanya belum jelas mana yang terlebih dahulu didahulukan untuk dijawab dan ditawarkan pada forum.
            Semakin lama, ruangan semakin sumpek. Jika disimpulkan dalam perbedaan pendapat tentang kata “kekuasaan”. Jadi sudah ada 3 Opsi yang ditampung presidium. Sampai akhirnya diadakan lobbying ( perwakilan perkubu berdiskusi langsung dengan presidium tanpa forum ). Hasil akhirnya, bahwa poin kedua dihapus.

Awal Panas Yang Memuncak

         Poin ketiga dibaca lancar dan disepakati. Masuk pada poin ke-4, salah satu peserta yang dibelakang mengacungkan jari sambil berkata “Order”, dan melanjutkan “sebenarnya saya tidak setuju dengan diadakannya MUSLUB, bagaimana tidak ? ternyata apabila kita cermati dalam ART Bab IV, Pasal 15 menyatakan MUSLUB dilaksanakan jika presiden dan wakil presiden tidak dapat menetap dan tidak dapat melanjutkan kepengurusannya. Ternyata kata “dan” memulai awal bubarnya MUSLUB.
MUSLUB dibubarkan ?
         Seluruh peserta mencermati. Ya. Ternyata terjadi ketidaksesuian antara ART dengan realita yang terjadi. ART menyatakan bahwa MUSLUB dilaksanakan jika presiden dan wakil presiden tidak dapat bla dan bla……. Sedangkan dalam realitanya, yang tak dapat menetap dan tidak dapat melanjutkan kepengurusan hanya wakil presidennya saja bukan presiden dan wakil presiden seperti tertera dalam Art-nya. Maka secara sepintas, dalam ART tak mendukung diadakan MUSLUB yang didasarkan karena wakil presiden BEM tidak bisa melanjutkan kepengurusan ( realita ). Yang didukung ART untuk diadakan MUSLUB adalah karena presiden dan wakil presiden yang tak bisa melanjutkan.  
         Mulai sini, panas semakin memuncak. peserta A, mengatakan bahwa sebaiknya MUSLUB ini dibubarkan karena tidak mempunyai landasan diadakannya MUSLUB. Hah, tidak terpikirkan sebelumnya. Terus ada yang ngotot sebaiknya dilanjutkan saja, melihat peserta sudah terlanjur berada dalam forum. Yang unik dalam menjustifikasi MUSLUB agar dilanjutkan yaitu kita dapat memaknai kata “dan” ini menjadi beberapa makna salah satunya yaitu bermakna “atau” seperti dalam kaidah gramatik arab.
         Ditolak dengan si A, bahwa jika kita tetap melanjutkan MUSLUB ini, otomatis kita menyalahi aturan dalam ART yang tak bisa dirubah kecuali dalam MUBES tahun depan. Untuk makna “dan” yaitu “atau” tidak bisa diterima karena bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa arab. Kalau bahasa Indonesia jika kata “dan” ya harus dimaknai “dan”, kalau “atau” ya “atau”. Katanya. Sungguh, si A ini menggangap ART seperti Al-Quran dan tekstualis.
         Perspektik penulis, Secara rasionalis pun, Al-Quran juga mempunyai hukum naskh-mansukh karena keadaan-keadaan yang tak terelakkan. Apalagi dalam hukum yang dite-tapkan Al-Quran bisa saja tidak berlaku. Semisal dalam al-quran dikatakan bahwa seseorang yang mencuri dan memenuhi syarat sebagai pencuri, ia boleh dan malah diperintah untuk dipotong tangannya. Bagaimana dengan di Negara kita, apakah ada pemotongan tangan bagi si pengkorupsi, ini karena perbedaan budaya antara Negara kita dengan Negara tempat diturunkannya Al-Quran yakni Arab Saudi/Mekkah& Madinah.
         Apalagi, ART yang dibuat manusia sendiri. Sesungguhnya dan sebenarnya, kita pun dapat tidak memberlakukan isi ART dalam persoalan “jika presiden dan wakil presiden”, karena melihat latar belakang lainnya seperti karena adanya surat pengunduran wapres dan kekosongan jabatan wapres sehingga karena hal ini presiden merasa keberatan memikul tugas tanpa wakilnya.
         Jika MUSLUB dibubarkan karena hanya kata “dan” itu, tanpa memikirkan bagaimana nantinya kinerja presiden bahkan pengurus lainnya tanpa ada wakil presiden. malah dinyatakan oleh mantan wapres bem lalu, Abdurrahim “Kiner-ja dan tugas yang dipikul wapres lebih berat daripada presiden” sambil melirik pak Syaifuddin. Atau apakah tak dipikirkan karena “dan” lalu MUSLUB dibubarkan,  bagaimana usaha panitia MUSLUB dalam mempersiapkan acaranya tapi tengah acara dihentikan sehingga inti dari MUSLUB tiada. Sungguh sakit dan nyeri, kata-kata MUSLUB harus dibubarkan.   
         Terjadilah perdebatan panjang, dengan persoalan apakah MUSLUB dilanjutkan atau sebaliknya. Tidak.. sebelum disepakati, ada yang order bahwa jika memang muslub dihentikan maka karena kita terlanjur sudah disini maka harus ada acara ( selain muslub ) yang diadakan . forum menyepakatinya, meski sebagian peserta tidak menyutujuinya tapi belum berani mengungkapkannya.  Akhirnya, MUSLUB dihentikan. Lalu ada solusi lain, tan-ya presidium. Dijawab salah orang peserta,  untuk acara selanjutnya yakni musyawarah biasa saja.
         Order lain, bagaimana langsung pada tahap pencalonan dan pemilihan wakil presiden. si A menangkis bahwa ketika MUSLUB sudah dihentikan maka tak ada istilah kata “pengangkatan wakil presiden”, karena yang bisa mengangkat wapres hanya ada dalam MUBES dan MUSLUB, sedangkan muslub kali ini tak punya landasan dan akhirnya dihentikan, jadi sekali lagi tak ada kata istilah pengangkatan wapres. “mungkin kalau ingin, saya tawarkan adanya pembantu presiden yang dipilih pengurus bem atau forum. Tapi bukan ( memilih ) wapres.” Kata si A.
         Sebenarnya jika dicermati bahwa kata wapres sebagai formalitas saja. Jika kata si A, tak ada pengangkatan wapres tapi boleh ada pembantu umum mendampingi presiden itu sama saja. Ditambah kata kang As’ad bahwa sama saja jika adanya pengangkatan pembantu presiden maka pembantu itu akan dipasrahi tugas-tugas sebagai wakil presiden. hanya beda ‘istilah”.
         Kriteria Wapres/Pembantu Presiden
         Persoalan lain, apa criteria yang harus dimiliki calon pembantu presiden itu. wah, tambah lama lagi. Opsi pertama, berargumen untuk calonnya yakni adalah pengurus BEM periode tahun 2011-2012. Rasionalisasinya, jika diambil dari luar pengurus, maka presiden akan kerepotan untuk melangkah dari awal padahal proker sudah berjalan lama, lalu ia ( luar pengurus ) harus beradaptasi dengan proker dan pengurus  yang dihadapi. Berbeda bilama calon diambil dari pengurus BEM, ia akan mengetahui seluk beluk atau kepincangan yang harus segera dibenahi, lalu ia sudah bisa langsung beradaptasi dan memperlancar prokernya.
         Namun ada argument lain, jika calon diambil dari pengurus BEM sendiri maka khawatir dan pasti ia akan mengemban dua jabatan. Yaitu sebagai wapres dan bidang yang asalnya ia pimpin seperti pengurus kajian kitab. Si penginform ini mungkin kurang faham bahwa dalam hal ini sudah tidak mengangkat wakil namun pembantu presiden. dan perlu disadari, mungkin saja jika misalnya pengurus kajian kitab menjadi pembantu/wakil presiden terpilih maka ia boleh melepas kajian kitabnya dan ia bisa merek-rut orang luar untuk menjadi pengurus bidang kajian kitab.
         Pernyataan lain dari peserta, bahwa bagaimana kalau tidak usah ada pencalonan dan pemilihan seperti yang disebut karena muslub sudah berhenti. Maka solusinya, dalam beberapa bulan ini, presiden membagi tugasnya dengan pengurus harian lain(sekretaris/bendahara ), namun langsung dari sekretaris BEM menyatakan bahwa ia tak sanggup untuk menerima tugas yang presiden bagi karena dari sekretaris sendiri mempunyai tugas yang banyak dan perlu dibenahi serta belum dilakukan ( apalagi ditambah presiden bagi tugas kepada sekretaris, apa jadinya ?). sungguh memelas kata-kata sekretaris untuk mengemban tugas bagai wakil presiden. 
          Ditimbang-timbang dan direnungi, ditetapkanlah calon pembantu presiden adalah pengurus BEM selain pengurus harian dengan alasan-alasan yang lebih rasional ( bisa diterima akal ).    
         Pemilihan pun dimulai dan disela dengan coffe break. Perwakilan kelas dimohon maju menjadi saksi. Kelas I sebagai penulis hasil pemilihan. Kelas II ( Hawasy ) sebagai pembaca nama yang dipilih. Kelas III ( Bukhari ) menjadi saksi yang mensahkan dan tidak mensahkan. Kelas IV ( Zainuddin ) sebagai pembuka gulungan kertas pemilihan.
         “Sulaiman, sulaiman”, lebih lama lagi “Sulaiman” diiringi dengan sorak-sorak audiens dibalas senyum Sulaiman. Sulaiman adalah pengurus BEM yang membidangi ke-organisasi-an. Mungkin dengan kedekatannya dengan para penghulu dan mahasiswa baru, ia banyak disebut oleh Hawasi sebagai pembaca kertas pemilihan. Masih saja ada yang aneh dan unik, wong sudah ditentukan calonnya ialah pengurus BEM yang selain pengurus harian, peserta ada yang memilih Subur Wijaya, Bahruddin, langsung saja Bukhari sebagai saksi menyatakan tidak sah !!!. suara lain yaitu, Ainul Yaqin, Ainul, Ainul Yaqin……. Dalam forum itu tiada henti antara nama Sulaiman dan Ainul Yaqin saling mengejar dan saling memperebutkan gelar pembantu umum atau wakil presiden samar.



Akhirnya, hore…. Adik kelas mengalah dulu. Sulaiman ( semester III MA ) disaingi oleh Ainul Yaqin ( semester V MA ). Dan Ainul Yaqin ditetapkan sebagai pembantu umum presiden. Namun pemilihan masih belum resmi, tahapan lain harus diselesaikan dengan pemusyawaratan antara pengurus BEM lainnya beserta ketua STAIMA dan jajaran dosen lainnya.
         Padahal, tujuan secara prediksi rasio. MUSLUB ini berjalan lancar dengan berbagai persiapan yang matang. Semisal, dalam pemilihan, Sulaiman maju dan dipilih sebagai wakil presiden. apa yang terjadi ? tentu audiens mungkin akan kecewa karena tak dapat memilih Sulaiman sebagai pres/wapres pada MUBES ke-depan dengan alasan Sulaiman sudah pernah menjabat sebagai wapres.
         Namun kenyataannya, MUSLUB pun dibubarkan dan diganti langsung dengan Musyawarah Biasa ( bukan luar biasa ) dilanjutkan dengan pemilihan pembantu presiden. dari sini saja, jika Sulaiman terpilih maka efeknya ia masih bisa mempunyai peluang sebagai Presiden/Wapres pada MUBES ke-depan, tapi “adik kelas mengalah dulu”, point terbanyak diraih oleh Ainul Yaqin yang sebelumnya menjabat pengurus BEM bidang kajian ilmiah.
         Hasil perolehan suara dalam acara MUSLUB atau MUSBIS ( Musyawarah Biasa ) yakni :
1.  Ainul Yaqin = 15 suara
2.Sulaiman = 11 Suara
3. Ghulam = 5 Suara
4.      Tamami = 2 Suara
5.   Sabiq = 2 Suara
6.      Rahmat F. = 1 Suara
Persiapan MUSLUB

Persiapan MUSLUB

Nanti malam tepatnya pukul 19.00, BEM STAIMA akan mengadakan MUSLUB ( Musyarawah Luar Biasa ). Aku termasuk panitia kecil dalam event itu yakni bidang Acara dan Dekdok. Untuk acara sendiri kami laporkan bahwa sudah siap 80%, dan cerita menarik untuk Dekdok terutama dalam pembuatan background acara. Saya dan Rafa kebingungan akan memakai banner atau sterefoom. Karena pembentukan panitia baru dilakukan 1 hari sebelum hari H. malam saat besoknya MUSLUB kami kebingungan. Karena hanya ada waktu 24 jam untuk membuat banner atau foom. Pilihan pertama, kami akan membuat foom dengan memohon bantuan Bukhari dengan alasan bahwa membuat banner yang besar tak cukup dengan waktu satu hari. Namun tak diduga, Bukhari menyatakan tak siap karena dirinya akan kerja pagi untuk tidak kerja pada malam hari. Ia tk bisa diganggu. Maaf katanya. Sungguh sakit hari ini.
Ternyata setelah direnungi, kami sepakat akan membuat banner. tentu desain harus kami buat terlebih dahulu. Dan pendesainan diserahkan kepadaku. Oh tidak. Aku bukan seorang desainer hanya penulis, diminta untuk membuat desain background MUSLUB. Acara tertinggi kedua BEM. padahal aku hanya lulusan pesantren dan belum terlalu menguasai pendesainan. Aku tak menolak. Bahkan, aku jadikan desainan ini menjadi ajang untuk belajar dan belajar dalam hal itu, bukan menghindarinya. Prinsipku bukan yang tak bisa dihindari, namun yang tak bisa jadikan tantangan. Bukankah hidup itu tantangan yang tiada henti ?.
Menyingkat waktu tidak memperlama, aku meminta desainan OSPAM saat mengadakan guest lecture. karena saat itu aku anggap banner OSPAM bagus dan tidak terlalu muluk-muluk. Hanya mengganti tulisannya saja.

Siangpun tiba, saatnya mengangkat karpet untuk acara. Sayang, acara besar ini tak dapat dilaksanakan di Gedung Auditorium, karena sekarang sedang direnovasi. Tak apa, masih ada gedung lain yang siap dibuat acara meski tak sebaik semula. Mungkin dengan tak pakai kursi dapat menjadikan rapat tidak kondusif tapi tak apalah, ini juga hanya event yang intinya memlih wakil presiden yang kosong. dan hanya sebentar secara perkiraan, tak tahu jika ada segelintir audiens yang ngotot gini dan gitu hingga memperlama acara.

BERSAMBUNG,,,,
MAAFKAN AKU......

MAAFKAN AKU......

Maafkan aku Tuhan, yang aku selalu bersembunyi melanggar janji,
Maafkan aku Bunda, jasamu belum terbalaskan, 
Maafkan aku Papa, belajarku belum giat,
Maafkan aku Ustadz, kau yang tak bosan  membangunkanku,
Maafkan aku Pak Dosen, yang tak jenuh menunggu kami di kelas,
Maafkan aku Pak Hando, SPP-ku belum lunas,
Maafkan aku Tad Hadi, Deresku belum mulai lagi,
Maafkan aku Pak Zamil, aku yang tak kuat ngantuk di kelasmu,
Maafkan aku Pak Nafi', hasil transkip pengajian Abah belum selesai,
Maafkan aku Pak Hanan, aku yang selalu lupa membawa spidol saat kuliahmu,
Maafkan aku kawan, jika diriku berlebihan kepadamu,
Maafkan aku Qomar, sandalmu yang kuhilangkan,
Maafkan aku Subur, pembasuh mukamu tinggal secuil aku pakai,
Maafkan aku pak LB, janji deresku padamu belum sampai,
Maafkan aku Rafa, temuan uang seribumu aku simpan,
Bukannya aku ingin membeber dan menyebar aib-aib dalam diriku, namun aku ingin menunjukkan bahwa aku adalah manusia biasa yang tak lepas dari salah dan dosa. 
Sekali lagi,,,,,,,
Maafkan aku ...... Maafkan aku........
Sabil dan Pak Ahmad

Sabil dan Pak Ahmad

Ashar itu membuat sabil merinding. Tangannya bergetar kencang. Dahinya mulai berkerut. Denyut jantungnya semakin keras berdetak. Belum selesai suara adzan dari masjid berkumandang, seluruh keluarga sabil menyimpan rasa haru dan kesedihan. Pak Ahmad. Dikabarkan telah tiada meninggalkan dunia menuju alam lain di rumah sakit slamet, garut kota.
Sabil memberanikan diri bergegas dengan sobatnya, Munir, menuju rumah sakit itu. mungkin waktu masih dapat dikejar, sehingga ia bisa langsung menemui mayat pak ahmad yang dulu menyayaginya. Kakinya siap menancap gas. Tangannya yang dilapisi sarung tangan kulit memutar atas – bawah dua stank motor. Jaket tebal biru dan celana jeans dikenakannya agar nyaman saat mengendarai motor ayahnya bermerek C-BR 2700. Munir dibelakangnya dengan kostum seadanya, sarung dan koko-an ala santri.      
Dengan laju kecepatan 100/kilometer/jam, sabil menembus angin lalang, melewati motor di depannya yang lamban, berbelok tajam bagaikan rossi dan berjalan lurus lagi. Di tengah jalan, sabil melihat ada razia motor tak terelakkan lagi ia harus dihadapkan seorang polisi di saat yang kritis ini. saat waktu ingin dikejar demi menemui seorang kakek yang tak bernyawa. Sabil harus bertatap muka dengan polisi, karena ketahuan melanggar aturan lalu lintas. Munir juga pasrah apa yang nanti disanksikan baik kepada dirinya maupun temannya. 
“Sudah tahu kesalahan saudara?”. Tegas polisi.
“Iya, Pak. Saya tidak memakai helm” jawab sabil dengan tenang.
“Sanksi saudara seperti tertera dalam pasal……..” jelas polisi menerangkan sanksi seorang pelanggar pengendara ditambah dengan bukti-bukti pasal yang dibacakan panjang. Di tengah pasal yang dibacakan. Sabil memotong
“Pak, saya tahu kesalahan kami. Dan ini tak lepas dari keceroban kami dalam berkendara, namun kali ini izinkanlah kami pak untuk menemui kakek kami yang baru saja meninggal di RS Slamet, ia akan dikebumikan di rumahnya Cikajang, jika terlambat datang disana, kami harus berjalan lebih lama lagi” begitu melasnya sabil memohon polisi agar melepaskannya kali ini saja. Karena ia tak bisa menemui kakeknya lagi dengan dekat jika ia terlambat datang ke RS Slamet. Kakeknya akan dimakamkan di Cikajang, kampung yang sangat jauh sekitar 10 kiloan dari rumah sabil.   
Merasa kasihan dengan nasib sabil. Jika ia ( polisi ) masih manahannya, maka sabil akan terlambat datang menemui kakeknya dan itu akan menyakitkan Sabil. Namun apabila ia melepaskannya, ia akan merasa lega dengan perbuatannya, bisa menolong orang lain sebagaimana tugas polisi seharusnya. Tapi sepintas, ia berfikir, bagaimana kalau ia biarkan tidak memakai helm menuju RS. Slamet dan terjadi kecelakaan. Prasangka itu ditangkisnya, ia percaya ke orang dihadapannya bahwa tak akan terjadi apa-apa kecuali yang diharapkan. Polisi pun bermurah hati setelah memilah-milih konsukuensi yang didapatnya. Sudah sifat sejati polisi untuk berfikir sebelum melakukan hal, itu berlaku juga bagi manusia lain tidak hanya polisi.
“Ya, sudah. Kali ini saya lepaskan saudara, namun untuk helmnya nanti dipakai. Hati-hati di jalan, dan jangan terburu-buru, semoga kau sampai menemui kakekmu” Kabul polisi dengan nada agak keras.
Sungguh bijak polisi itu,
Bersambung……..
Bahaya Harus Dihilangkan

Bahaya Harus Dihilangkan


A.   Pendahuluan
Sebenarnya tanpa kaidah fiqh, manusia sudah mengetahui akan makna dari bahaya yang harus dihilangkan, bahaya dihilangkan tidak boleh dengan bahaya serupa dan lainnya. Namun, sebab pedulinya para ulama untuk mengatur rumusan kaidah yurispudensi Islam, maka itu sangat membantu manusia lebih disiplin dan teratur dalam menjalankan syariat Islam.
Perlu diketahui bahwa kaidah “al-dhararu yuzalu” adalah salah satu kaidah yang termasuk dalam lima kaidah fiqh pokok selain kaidah segala sesuatu tergantung niatnya, keyakinan tak hilang karena keraguan, kesulitan menyebabkan kemudahan dan kebiasaan dapat menjadi hukum[1].
Dalam pembahasan kali ini, pemakalah membagi beberapa bab, diantaranya:
  1. Apa dalil dasar bahwa bahaya itu harus dihilangkan ?.
  2. Apa saja cabang kaidah tersebut ?.
  3. Bagaimana contoh dan aplikasi kaidah tersebut ?.  
B.   Pembahasan
1.      الضرر يزال
“Sesuatu yang membahayakan harus dihilangkan”

  1. Makna Kaidah
            Kaidah ini diambil dari sabda Nabi Saw. “ ضرر و لا ضرار لا”.[2] Makna dari kaidah ini ialah wajibnya seseorang untuk menghilangkan bahaya/yang membahayakan, walaupun kalimatnya disampaikan secara informatif, namun yang dimaksud adalah penekanan atas kewajiban menghilangkan bahaya itu. Karena   Islam menginginkan umatnya dalam kemudahan, sebab bahaya adalah termasuk kesulitan dan dapat merugikan maka harus dihilangkan.
  1. Contoh dan Aplikasi Kaidah
Menurut Imam Al-Suyuti  bahwa banyak bab fiqh didasarkan pada kaidah ini diantaranya mengembalikan barang yang dibeli karena cacat, adanya hukuman ta’zir, qishas, had, kafarat, memutus pernikahan ( faskh) karena cacat, dsb.[3] 
            Demikian juga dengan pengangkatan pemimpin dan hakim, membela diri dari orang yang mau membunuh, membunuh orang – orang musyrik dan pemberontak[4].
            Bisa juga ditambahkan jika dalam konteks keIndonesiaan yaitu, adanya ressuflle menteri karena jika ia dipertahankan khawatir kinerjanya semakin buruk, diturunkannya jabatan pengkorupsi, dinaikkannya gaji karyawan FrePort, dsb.
2.      الضرورات تبيح المحضورات
“Keadaan darurat memperbolehkan melakukan hal yang dilarang.”
a.       Makna kaidah
الضرورات adalah kata plural dari الضرورة , masdar dari lafal الاضطرار. Secara etomologi berarti keadaan yang sulit, misalnya dikatakan :  
  كذا  علي الضرورة نيحملت. (Kesulitan itu membuatku melakukan ini dan itu )[5].
  Menurut termonologi ialah keadaan yang memaksa seseorang untuk melakukan hal yang dilarang oleh syariat Islam.[6]
Dharurat bermakna sesuatu ( bahaya ) yang menimpa manusia jika ditinggalkan sekiranya tak ada sesuatu  lain yang dapat menempati posisinya. Sebagian ulama berargumen bahwa hal yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa atau hilangnya anggota tubuh. Sedangkan kebutuhan ialah sesuatu ( bahaya ) yang menimpa manusia jika ditinggalkan namun posisinya masih dapat diselesaikan dengan hal lain. ( Al-Zarqa ; 48 )
Namun yang perlu diperhatikan adalah syarat - syarat untuk memenuhi kaidah ini karena banyak orang yang mengambil dispensasi dari kaidah ini tanpa memperhatikan syaratnya. Diantaranya : Pertama, dharurat dapat dihilangkan dengan melakukan yang dilarang. Kedua, tidak menemukan solusi lain. Ketiga, yang dilarang lebih kecil ( resikonya ) daripada dharurat[7].
Kaidah untuk memperbolehkan sesuatu yang dilarang syariat ini tidak bersifat mutlak, di sisi lain mempunyai batas-batas tertentu. Dan disisi lain masih memiliki ketergantungan pada kaidah lain. Maka perlu untuk menyinergikan antara kaidah satu dengan yang lain.
b.      Dalil Kaidah
$yJ¯RÎ) tP§ym ãNà6øn=tæ sptGøŠyJø9$# tP¤$!$#ur zNóss9ur ͍ƒÌYÏø9$# !$tBur ¨@Ïdé& ¾ÏmÎ/ ÎŽötóÏ9 «!$# ( Ç`yJsù §äÜôÊ$# uŽöxî 8ø$t/ Ÿwur 7Š$tã Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî íOŠÏm§ ÇÊÐÌÈ 
Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[108]. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
c.       Contoh & Aplikasi Kaidah
Boleh merusak harta orang lain saat dipaksa[8], seseorang dalam keadaan terpaksa memakan makanan orang lain, bersumpah al-kadzib sebab dipaksa[9].

3.      الضرورات تقدر بقدرها
Kebolehan ( dalam melakukan hal yang dilarang ) itu sekedarnya saja”
a.       Makna Kaidah
Kaidah ini mempersempit kaidah sebelumnya bahwa sesuatu yang diperbolehkan dalam melakukan hal yang dilarang syariat  itu hanya dalam kadarnya saja yang dengannya dia dapat mengatasi keadaan darurat saja tanpa memperlebar diperbolehkannya melakukan yang diharamkan syariat di luar keadaan itu.
b.      Contoh & Aplikasi Kaidah
Perban pembalut luka wajib tidak menutupi anggota badan kecuali sekedar yang diperlukan saja. Demikian juga dokter melihat aurat pasien karena keadaan darurat saja, hanya sebatas yang wajib dilihat karena darurat untuk keperluan pengobatan. [10]
Jika laki-laki asing memeriksa darah seorang wanita yang bukan muhrimnya, maka dia wajib menutup semua lengannya wanita itu dan tidak boleh membukanya kecuali seusai dengan sekadar kebutuhan dalam memeriksa darahnya[11].
c.       الضرر لا يزال بمثله
Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya serupa”.
  1. Makna Kaidah
Ini termasuk syarat dari kaidah sebelumnya bahwa bahaya itu ialah kedzaliman, kemunkaran, keburukan dan kerusakan. Meskipun demikian cara menghilangkannya tidak boleh dengan bahaya serupa apalagi dengan bahaya yang lebih besar lagi. Sebab jika dihilangkan dengan bahaya serupa maka namanya bukan menghilangkan bahaya namun mengganti bahaya dengan bahaya yang lain.


  1. Aplikasi dan contoh kaidah
Pertama ; jika ada cacat dalam barang yang dibeli sebab pembeli, sekaligus ada cacat lama maka pembeli tidak boleh mengembalikan penuh barang itu kepada penjual karena dapat menyebabkan ruginya penjual dan hanya boleh adanya pengurangan harga. Contoh lain tidak boleh orang yang terpaksa memakan makanan orang yang terpaksa.[12]
d.      يتحمل الضرر الخاص لدفع الضرر العام
”Bahaya khusus ditanggung untuk mencegah bahaya umum”.
a.       Makna Kaidah
Yang dimaksud bahaya umum adalah bahaya yang menimpa manusia secara umum.  Sedangkan bahaya khusus ialah bahaya yang menimpa orang – orang tertentu saja. Maka dari itu, bahaya umum harus dicegah meskupun dalam pencegahannya melibatkan bahaya khusus.
b.      Contoh dan Aplikasi Kaidah
Diperbolehkan menjual harta orang yang punya hutang namun tak mau melunasi hutangnya, sebagaimana juga diperbolehkan menjual makanan orang yang memonopoli secara paksa ketika diperlukan dan melarang menjualnya dengan harga tinggi untuk mencegah bahaya yang bersifat umum. Demikian boleh menggusur warung, rumah-rumah yang tanahnya illegal di pinggir jalan khawatir menyebabkan macetnya jalan.
            Contoh lain, diperbolehkan presiden melarang ekspor sebagian barang – barang pokok dari suatu negara ke negara lain, apabila ekspor itu berakibat naiknya harga barang di negara itu.



  1. Kesimpulan
Kaidah pertama menjelaskan bahwa bahaya itu harus dihilangkan yang didasarkan pada hadist nabi “ ضرر و لا ضرار لا”. Kedua, bahwa keadaan dharurat dapat memperbolehkan hal yang dilarang. Ketiga, kebolehan ( dalam melakukan hal yang dilarang ) itu sekedarnya saja. Keempat, bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya serupa. Kelima, bahaya khusus ditanggung untuk mencegah bahaya umum.
Untuk batasan dharurat, diantaranya : Pertama, dharurat dapat dihilangkan dengan melakukan yang dilarang. Kedua, tidak menemukan solusi lain. Ketiga, yang dilarang lebih kecil ( resikonya ) daripada dharurat.
DAFTAR PUSTAKA
Ali haidar, Affandi, Syarh Majallah Al-Ahkam Al-Adliyyah, juz 1,
Al-Suyuti, Jalal Al-Din, Al-Asybah Wa Al-Nadhair, Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, Maktabah Syamilah,
Al-Zarqa, Syarh Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, Maktabah Al-Syamilah,
Ibn Najim, Al-Asybah wa Al-Nadhair, ( dalam Al-Wajiz ).
Ibn Nasr Al-Satri, Sa’ad, Syarh Mandhumah Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, Maktabah Syamilah,
Salim Rustam Baz, Syarh Al-Majallah, ( Al-Wajiz )
Zaidan, Abdul Karim Al-Wajiz ( Pustaka Al-Kautsar: Jakarta ), Cet. I, 2008.



[1] Ibn Nasr Al-Satri, Sa’ad, Syarh Mandhumah Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, Maktabah Syamilah, hlm. 72
[2] أخرجه مالك في الموطأ عن عمرو بن يحيى عن أبيه مرسلا وأخرجه الحاكم في المستدرك والبيهقي والدارقطني, ومن حديث أبي سعيد الخدري وأخرجه ابن ماجه من حديث ابن عباس وعبادة بن الصامت
[3] Al-Suyuti, Jalal Al-Din, Al-Asybah Wa Al-Nadhair, Maktabah Syamilah, hlm. 159.
[4] Salim Rustam Baz, Syarh Al-Majallah, hlm 29.
[5]  Dr. Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz ( Pustaka Al-Kautsar: Jakarta ), Cet. I, 2008. Dalam Ibnu Mansur, Lisan Al-Arab,jilid 4, hlm. 483.
[6] Ali haidar Affandi, Syarh Majallah Al-Ahkam Al-Adliyyah, juz 1, hlm. 344
[7] Al-Zarqa, Syarh Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, Maktabah Al-Syamilah,  hlm. 48.
[8] شرح القواعد الفقهية أحمد بن الشيخ محمد الزرقا سنة الولادة 1285هـ/ سنة الوفاة 1357هـ تحقيق صححه وعلق عليه مصطفى أحمد الزرقاالناشر دار القلم سنة النشر 1409هـ - 1989م مكان النشر دمشق / سوريا المصدر: موقع شبكة مشكاة الإسلامية( hlm. 185 )
[9] Al-Zarqa, Ibid. hlm. 110.
[10] Ibn Najim, hlm 95), Cet. I, 2008. Dalam. Dr. Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz ( Pustaka Al-Kautsar: Jakarta
[11] Al-Suyuti,hlm. 113-114
[12] IBn Najim, AL-Asybah wa Al-Nadhair, hlm 96.