BARU MASUK, LANGSUNG KELAS ALFIYAH


Ada seorang alumni Amtsilati sebut saja namanya Kang Dede melanjutkan mondok di Pesantren ‘Haur Kuning’ Tasikmalaya. Ba’da ashar, seluruh santri berkumpul untuk mengaji bersama pengasuh. Bagian tempat duduk santri disesuaikan dengan kelas masing-masing, ada kelas Jurumiah, kelas Imriti, dan kelas Alfiyah. Kang Dede, karena termasuk santri baru, ia masuk di kelas Jurumiah.

Pada saat itu, Pak Kiai melakukan evaluasi belajar santri karena saat itu para santri baru memulai belajar setelah selesai libur pondok. “Sekarang, saya mau tanya dasar Alfiyah dari sebuah kaidaih,” ucap Pak Kiai membuka majlis. “Jika tidak ada yang bisa menjawab, seluruh santri harus kerja bakti memindahkan bata 10 kali,” tegas Pak Kiai. Disini strategi Pak Kiai dalam mempercepat
pembangunan pesantren dengan edukasi dorongan belajar. Ia meminta santri kerja bakti jika mereka malas belajar sehingga lupa pelajaran yang dihafalnya.
Mendengar sanksi dari Pak Kiai, suasana menjadi hening diiringi dengan ketegangan yang dirasakan setiap santri khususnya santri Alfiyah. Santri Alfiyah merasa memiliki beban besar, seluruh santri berharap besar pada pundak mereka. Jika ada yang bisa menjawab, seluruh santri ‘selamat’ dari sanksi Pak Kiai, namun jika tidak maka lain cerita, semua santri harus memindahkan bata membantu pak tukang.

“Langsung saja, kalimat Syafiiyyun, dasar Alfiyahnya apa ?” tanya Pak Kiai kepada seluruh santri. ketegangan semakin menjadi, para santri Alfiyah kembali memutar-mutar hafalannya. Mungkin saja mereka lupa, lama tidak muthalaah karena lama libur lebaran pondok. Satu dua menit berlalu, santri Alfiyah semakin tegang, beban mental dan nasib seluruh santri ada di pundak mereka.

Namun, di kelas Jurumiah, kang Dede sepertinya tidak terlalu sulit untuk mereview hafalan Alfiyahnya karena Amtsilati didasarkan pada nadhom Alfiyah. Apalagi bab Syafiiyyun, kang Dede sepertinya sudah langsung faham dan bisa mengulang-ngulang nadham Alfiyahnya di dalam hati. Namun kang Dede menunggu santri Alfiyah untuk menjawab pertanyaan kiai itu. Ia lebih menghormati santri Alfiyah untuk menjawab terlebih dahulu.

Suasana semakin tegang, Pak Kiai tampaknya sudah tidak sabar. Ia pun mulai menghitung bilangan menandakan waktu menjawab akan berakhir. Jika sampai hitungan ketiga, tidak ada yang menjawab maka pupuslah sudah kegiatan main bola santri yang diadakan setiap sore. “Satu......” mulai Pak Kiai menghitung sambil melihat santri Alfiyah sambil berharap ada yang mengacungkan tangan. “Dua.....” hitung lagi Pak Kiai.

Kang Dede agak ragu mengacungkan tangan namun mendengar hitungan Pak Kiai yang akan berakhir Dede pun mengacungkan tangan. “Ti.......” hitung Pak Kiai namun belum melihat Dede yang sudah mengacungkan tangan. Sebelum menyebut ‘ga’ Pak Kiai menoleh ke kelas Jurumiah ternyata ada yang mengacung. “Lo ada yang mengacung dari Jurumiah. Siapa nama kamu ?” tanya Pak Kiai penasaran. “Dede, kiai,” jawab dede agak tegang. “Begini, jika kamu bisa menjawab maka nasib seluruh santri bisa ‘selamat’. Namun jika salah khusus kamu sendiri harus memindahkan bata dua hari berturut-turut.” Ungkap Pak Kiai spontan. Dede pun mengangguk dan santri lainnya harap-harap cemas.

“Yaan kayal kursiyyi zadu linasab, wa kulluma talihi kasruhu wajab, ditambahi Ya’ yang tasydid jadi nasab, Arabiyyun artinya yang bangsa Arab” jawab Dede lancar dengan mantap. “Sudah, sudah. Ko pakai artinya juga. Sudah gak usah,” Pak Kiai merespon, “Kang Dede, kamu langsung masuk kelas Alfiyah,” spontan Pak Kiai meminta Dede pindah kelas Alfiyah. Sontak seluruh santri khususnya Dede yang diminta pindah. Ketegangan pun akhirnya ditutup dengan rasa lega dan gembira santri. Lega karena ada santri yang bisa menjawab dan gembira karena sorenya itu mereka bisa bermain bola pertama kali setelah lama berlibur.

Pak Kiai pun membubarkan santri dan tidak jadi menyuruh kerja bakti mereka. Mungkin Pak Kiai akan mencari lagi strategi menyuruh santri kerja bakti pondok dengan perpaduan edukasi pesantren lainnya karena strategi nadham Alfiyah sudah dipecahkan.
“Kang, kumaha tiasa kitu (Mas, bagaimana bisa begitu) ?” tanya santri Alfiyah kepada kang Dede. “Panjang ceritanya,” bisik Dede menimbali.


#‎BarokahAmtsilati‬ ‪#‎BarokahAbahYai‬ ‪#‎Ceritasantri‬ ‪#‎CeritaAmtsilati‬

*Intisari dari obrolan alumni Amtsilati, kang Dede yang juga Pimpinan Pesantren Tajuliyah Samarang Garut sekaligus Kepala SMK Tajuliyah (menjadi Kepala SMK dalam usia 24 tahun) di Markas IKSAS Garut.
Selamat beraktifitas di hari yang mencerahkan ini.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »