MUSLUB BEM dibubarkan ???


Gara-Gara Kata “dan”
Tak terduga dan tak terkira. Hanya gara-gara kata “dan”, hampir saja tidak ada pemilihan wakil presiden atau pembantu presiden BEM “Revitalis” yang sedang kosong.  Sebelum-nya, para audiens belum menampak-kan jati dirinya dalam pembukaan.  Dimulai dari pemanggilan presidium. Pertama, Subur Wijaya. Kedua, Fauzi Haz. Dan ketiga, Bahruddin. Kuasa wak-tu diberikan kepada presidium I yakni Subur Wijaya.
            Baru pertama saja, forum sudah mulai memanas. Subur membacakan satu persatu agenda acara dan langsung menanyakan forum apakah disepakati. Sepakat !!!. lalu sebelum melanjutkan pada agenda waktu kedua, Pak Zainuddin order bahwa agenda acara langsung dibacakan semua ( tak usah satu persatu ), baru menanyakan kesepakatan agar  waktu tidak molor. Langsung saja order baik itu disepakati.
            Gantian pak Qomar, meng-order untuk agenda acara tidak usah terlalu sesuai dengan yang tertera, dia mengusulkan waktu musyawarah ini mengalir begitu saja. Tanpa pikir panjang, Presidum menawarkan dan Sepakat !!!.
            Masuk pada bab tata tertib Musyawarah Luar Biasa Pasal satu yakni status, nama, tempat dan waktu. Poin pertama, Musyawarah Luar Biasa Badan Eksekutif Mahasiswa STAIMA Al-Hikam Malang merupakan  musyawarah tertinggi ke-2 Mahasiswa  STAI Ma’had Aly Al-Hikam Malang. Poin kedua, Musyawarah Luar Biasa Badan Eksekutif Mahasiswa STAIMA Al-Hikam Malang merupakan  kekuasaan tertinggi Mahasiswa  STAI Ma’had Aly Al-Hikam Malang.
            Beda kata, beda arti dan beda faham. Itulah yang terjadi pada awal MUSLUB ini. mungkin ini adalah hal krusial kedua selain judul “gara-gara dan”. Terjadi silah-silih faham. Perbedaan kali ini dalam hal kata musyawarah tertinggi ke-2 sedangkan poin kedua menyatakan kekuasan tertinggi (tanpa ke-2).
            Difikir sekilas, otomatis jika poin pertama dikatakan tertinggi ke-2 maka tidak mustahil poin kedua pun ( yang asalnya tanpa ke-2 ) ditambah kata ke-2. Namun masih saja ada, segelintir peserta yang berpendapat lain bahwa tidak usah menambahkan alias tetapkan seperti adanya. Saking bingungnya dan kuatnya antara dua kubu itu, ada satu peserta yang order “daripada bingung2 dan molor waktu, mending kita hapus saja poin kedua itu.”
Sehingga presidium tak menyadari bahwa dia sudah menumpuk 3 question yang semuanya belum jelas mana yang terlebih dahulu didahulukan untuk dijawab dan ditawarkan pada forum.
            Semakin lama, ruangan semakin sumpek. Jika disimpulkan dalam perbedaan pendapat tentang kata “kekuasaan”. Jadi sudah ada 3 Opsi yang ditampung presidium. Sampai akhirnya diadakan lobbying ( perwakilan perkubu berdiskusi langsung dengan presidium tanpa forum ). Hasil akhirnya, bahwa poin kedua dihapus.

Awal Panas Yang Memuncak

         Poin ketiga dibaca lancar dan disepakati. Masuk pada poin ke-4, salah satu peserta yang dibelakang mengacungkan jari sambil berkata “Order”, dan melanjutkan “sebenarnya saya tidak setuju dengan diadakannya MUSLUB, bagaimana tidak ? ternyata apabila kita cermati dalam ART Bab IV, Pasal 15 menyatakan MUSLUB dilaksanakan jika presiden dan wakil presiden tidak dapat menetap dan tidak dapat melanjutkan kepengurusannya. Ternyata kata “dan” memulai awal bubarnya MUSLUB.
MUSLUB dibubarkan ?
         Seluruh peserta mencermati. Ya. Ternyata terjadi ketidaksesuian antara ART dengan realita yang terjadi. ART menyatakan bahwa MUSLUB dilaksanakan jika presiden dan wakil presiden tidak dapat bla dan bla……. Sedangkan dalam realitanya, yang tak dapat menetap dan tidak dapat melanjutkan kepengurusan hanya wakil presidennya saja bukan presiden dan wakil presiden seperti tertera dalam Art-nya. Maka secara sepintas, dalam ART tak mendukung diadakan MUSLUB yang didasarkan karena wakil presiden BEM tidak bisa melanjutkan kepengurusan ( realita ). Yang didukung ART untuk diadakan MUSLUB adalah karena presiden dan wakil presiden yang tak bisa melanjutkan.  
         Mulai sini, panas semakin memuncak. peserta A, mengatakan bahwa sebaiknya MUSLUB ini dibubarkan karena tidak mempunyai landasan diadakannya MUSLUB. Hah, tidak terpikirkan sebelumnya. Terus ada yang ngotot sebaiknya dilanjutkan saja, melihat peserta sudah terlanjur berada dalam forum. Yang unik dalam menjustifikasi MUSLUB agar dilanjutkan yaitu kita dapat memaknai kata “dan” ini menjadi beberapa makna salah satunya yaitu bermakna “atau” seperti dalam kaidah gramatik arab.
         Ditolak dengan si A, bahwa jika kita tetap melanjutkan MUSLUB ini, otomatis kita menyalahi aturan dalam ART yang tak bisa dirubah kecuali dalam MUBES tahun depan. Untuk makna “dan” yaitu “atau” tidak bisa diterima karena bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa arab. Kalau bahasa Indonesia jika kata “dan” ya harus dimaknai “dan”, kalau “atau” ya “atau”. Katanya. Sungguh, si A ini menggangap ART seperti Al-Quran dan tekstualis.
         Perspektik penulis, Secara rasionalis pun, Al-Quran juga mempunyai hukum naskh-mansukh karena keadaan-keadaan yang tak terelakkan. Apalagi dalam hukum yang dite-tapkan Al-Quran bisa saja tidak berlaku. Semisal dalam al-quran dikatakan bahwa seseorang yang mencuri dan memenuhi syarat sebagai pencuri, ia boleh dan malah diperintah untuk dipotong tangannya. Bagaimana dengan di Negara kita, apakah ada pemotongan tangan bagi si pengkorupsi, ini karena perbedaan budaya antara Negara kita dengan Negara tempat diturunkannya Al-Quran yakni Arab Saudi/Mekkah& Madinah.
         Apalagi, ART yang dibuat manusia sendiri. Sesungguhnya dan sebenarnya, kita pun dapat tidak memberlakukan isi ART dalam persoalan “jika presiden dan wakil presiden”, karena melihat latar belakang lainnya seperti karena adanya surat pengunduran wapres dan kekosongan jabatan wapres sehingga karena hal ini presiden merasa keberatan memikul tugas tanpa wakilnya.
         Jika MUSLUB dibubarkan karena hanya kata “dan” itu, tanpa memikirkan bagaimana nantinya kinerja presiden bahkan pengurus lainnya tanpa ada wakil presiden. malah dinyatakan oleh mantan wapres bem lalu, Abdurrahim “Kiner-ja dan tugas yang dipikul wapres lebih berat daripada presiden” sambil melirik pak Syaifuddin. Atau apakah tak dipikirkan karena “dan” lalu MUSLUB dibubarkan,  bagaimana usaha panitia MUSLUB dalam mempersiapkan acaranya tapi tengah acara dihentikan sehingga inti dari MUSLUB tiada. Sungguh sakit dan nyeri, kata-kata MUSLUB harus dibubarkan.   
         Terjadilah perdebatan panjang, dengan persoalan apakah MUSLUB dilanjutkan atau sebaliknya. Tidak.. sebelum disepakati, ada yang order bahwa jika memang muslub dihentikan maka karena kita terlanjur sudah disini maka harus ada acara ( selain muslub ) yang diadakan . forum menyepakatinya, meski sebagian peserta tidak menyutujuinya tapi belum berani mengungkapkannya.  Akhirnya, MUSLUB dihentikan. Lalu ada solusi lain, tan-ya presidium. Dijawab salah orang peserta,  untuk acara selanjutnya yakni musyawarah biasa saja.
         Order lain, bagaimana langsung pada tahap pencalonan dan pemilihan wakil presiden. si A menangkis bahwa ketika MUSLUB sudah dihentikan maka tak ada istilah kata “pengangkatan wakil presiden”, karena yang bisa mengangkat wapres hanya ada dalam MUBES dan MUSLUB, sedangkan muslub kali ini tak punya landasan dan akhirnya dihentikan, jadi sekali lagi tak ada kata istilah pengangkatan wapres. “mungkin kalau ingin, saya tawarkan adanya pembantu presiden yang dipilih pengurus bem atau forum. Tapi bukan ( memilih ) wapres.” Kata si A.
         Sebenarnya jika dicermati bahwa kata wapres sebagai formalitas saja. Jika kata si A, tak ada pengangkatan wapres tapi boleh ada pembantu umum mendampingi presiden itu sama saja. Ditambah kata kang As’ad bahwa sama saja jika adanya pengangkatan pembantu presiden maka pembantu itu akan dipasrahi tugas-tugas sebagai wakil presiden. hanya beda ‘istilah”.
         Kriteria Wapres/Pembantu Presiden
         Persoalan lain, apa criteria yang harus dimiliki calon pembantu presiden itu. wah, tambah lama lagi. Opsi pertama, berargumen untuk calonnya yakni adalah pengurus BEM periode tahun 2011-2012. Rasionalisasinya, jika diambil dari luar pengurus, maka presiden akan kerepotan untuk melangkah dari awal padahal proker sudah berjalan lama, lalu ia ( luar pengurus ) harus beradaptasi dengan proker dan pengurus  yang dihadapi. Berbeda bilama calon diambil dari pengurus BEM, ia akan mengetahui seluk beluk atau kepincangan yang harus segera dibenahi, lalu ia sudah bisa langsung beradaptasi dan memperlancar prokernya.
         Namun ada argument lain, jika calon diambil dari pengurus BEM sendiri maka khawatir dan pasti ia akan mengemban dua jabatan. Yaitu sebagai wapres dan bidang yang asalnya ia pimpin seperti pengurus kajian kitab. Si penginform ini mungkin kurang faham bahwa dalam hal ini sudah tidak mengangkat wakil namun pembantu presiden. dan perlu disadari, mungkin saja jika misalnya pengurus kajian kitab menjadi pembantu/wakil presiden terpilih maka ia boleh melepas kajian kitabnya dan ia bisa merek-rut orang luar untuk menjadi pengurus bidang kajian kitab.
         Pernyataan lain dari peserta, bahwa bagaimana kalau tidak usah ada pencalonan dan pemilihan seperti yang disebut karena muslub sudah berhenti. Maka solusinya, dalam beberapa bulan ini, presiden membagi tugasnya dengan pengurus harian lain(sekretaris/bendahara ), namun langsung dari sekretaris BEM menyatakan bahwa ia tak sanggup untuk menerima tugas yang presiden bagi karena dari sekretaris sendiri mempunyai tugas yang banyak dan perlu dibenahi serta belum dilakukan ( apalagi ditambah presiden bagi tugas kepada sekretaris, apa jadinya ?). sungguh memelas kata-kata sekretaris untuk mengemban tugas bagai wakil presiden. 
          Ditimbang-timbang dan direnungi, ditetapkanlah calon pembantu presiden adalah pengurus BEM selain pengurus harian dengan alasan-alasan yang lebih rasional ( bisa diterima akal ).    
         Pemilihan pun dimulai dan disela dengan coffe break. Perwakilan kelas dimohon maju menjadi saksi. Kelas I sebagai penulis hasil pemilihan. Kelas II ( Hawasy ) sebagai pembaca nama yang dipilih. Kelas III ( Bukhari ) menjadi saksi yang mensahkan dan tidak mensahkan. Kelas IV ( Zainuddin ) sebagai pembuka gulungan kertas pemilihan.
         “Sulaiman, sulaiman”, lebih lama lagi “Sulaiman” diiringi dengan sorak-sorak audiens dibalas senyum Sulaiman. Sulaiman adalah pengurus BEM yang membidangi ke-organisasi-an. Mungkin dengan kedekatannya dengan para penghulu dan mahasiswa baru, ia banyak disebut oleh Hawasi sebagai pembaca kertas pemilihan. Masih saja ada yang aneh dan unik, wong sudah ditentukan calonnya ialah pengurus BEM yang selain pengurus harian, peserta ada yang memilih Subur Wijaya, Bahruddin, langsung saja Bukhari sebagai saksi menyatakan tidak sah !!!. suara lain yaitu, Ainul Yaqin, Ainul, Ainul Yaqin……. Dalam forum itu tiada henti antara nama Sulaiman dan Ainul Yaqin saling mengejar dan saling memperebutkan gelar pembantu umum atau wakil presiden samar.



Akhirnya, hore…. Adik kelas mengalah dulu. Sulaiman ( semester III MA ) disaingi oleh Ainul Yaqin ( semester V MA ). Dan Ainul Yaqin ditetapkan sebagai pembantu umum presiden. Namun pemilihan masih belum resmi, tahapan lain harus diselesaikan dengan pemusyawaratan antara pengurus BEM lainnya beserta ketua STAIMA dan jajaran dosen lainnya.
         Padahal, tujuan secara prediksi rasio. MUSLUB ini berjalan lancar dengan berbagai persiapan yang matang. Semisal, dalam pemilihan, Sulaiman maju dan dipilih sebagai wakil presiden. apa yang terjadi ? tentu audiens mungkin akan kecewa karena tak dapat memilih Sulaiman sebagai pres/wapres pada MUBES ke-depan dengan alasan Sulaiman sudah pernah menjabat sebagai wapres.
         Namun kenyataannya, MUSLUB pun dibubarkan dan diganti langsung dengan Musyawarah Biasa ( bukan luar biasa ) dilanjutkan dengan pemilihan pembantu presiden. dari sini saja, jika Sulaiman terpilih maka efeknya ia masih bisa mempunyai peluang sebagai Presiden/Wapres pada MUBES ke-depan, tapi “adik kelas mengalah dulu”, point terbanyak diraih oleh Ainul Yaqin yang sebelumnya menjabat pengurus BEM bidang kajian ilmiah.
         Hasil perolehan suara dalam acara MUSLUB atau MUSBIS ( Musyawarah Biasa ) yakni :
1.  Ainul Yaqin = 15 suara
2.Sulaiman = 11 Suara
3. Ghulam = 5 Suara
4.      Tamami = 2 Suara
5.   Sabiq = 2 Suara
6.      Rahmat F. = 1 Suara

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »