HIDUP ITU HARI INI

Progres : Bangunan di DAFA terus berkembang.


(Inspirasi dari Amtsilati I)

Senin itu tak terasa sudah tiba di Terminal Jepara. Sesampainya, karena waktu shubuh belum datang, aku tancap gas lanjut menuju Bangsri. Jepara-Bangsri saat itu hanya ditempuh setengah jam. Aku bilang turun di Dokter Jamil-istilah populer turun di pondok Amtsilati-, tapi terlewat dan akhirnya aku turun di Masjid Bangsri. Ternyata disana baru selesai shalat Shubuh. Tak lama kemudian tanpa merebahkan badan, aku mengambil wudlu dan shalat. Tempat ini sudah tidak asing lagi, seperti daerah sendiri mungkin karena saking lamanya aku tinggal di jepara. 5 tahun, ya aku di jepara 5 tahun. Kedatanganku ke kota ini tiada lain untuk menyambangi Abah Yai dan pondok amtsilati ya dengan sebuah kepentingan, melengkapi data skripsi. Saat ini aku sudah semester 8, akhir dari perkuliahan di Kota Malang.
Kirim sms ke teman satu angkatan SMP,
Misbah untuk jemput aku. Jujur aku masih canggung untuk sendirian ke pondok Amtsilati. Maka dari itu aku ingin dijemput. Sesampai di pondok, aku langsung diantar ke Hotel Riyadlul Janah. Hotel RJ -singkatan riyadul janah- adalah nama lain dari ruang tamu. Sebutan hotel RJ atau RJ adalah sebutan yang tidak asing untuk para santri darul falah. Semua wali santri baik dari putra dan putri jika akan menyambangi anaknya pasti akan ke tempat ini untuk beristirahat. Begitu juga aku. Aku ditempatkan pas di kantor RJ tempat para petugas RJ bertugas. Aku tidak terlalu canggung karena petugasnya adalah temanku sendiri. Dan sampai hari ke enam ini aku masih di kantor RJ ini. Aku tidak pindah ke kamar ruang tamu karena banyak sekali tamu yang datang ke pesantren ini. Maklum ini masa masa pendaftaran santri baru.
Suasana dan bentuk bangunan mayoritas berubah. Apalagi para santri hampir semuanya tidak kukenal. Bagaimana tidak ? santri seangkatan dan beberapa kelas di bawahku menjadi ustadz semuanya. Namun itu semua tidak mengurangi kecintaanku kepada pondok ini. Tawasul Pondok ini yang menjadikanku  seperti sekarang ini. Seorang mahasiswa muda yang berasrama di Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang. Seseorang yang sedang berproses tumbuh menjadi dewasa.
Ada yang lucu jika berbicara mahasiswa muda. Saat aku sowan kepada abah yai, saat itu hari kamis pagi jam 09.00 WIB, ku tekan bel santri -karena ada bel lain untuk wali santri- maka keluarlah Abah Yai. Aku langsung bersalaman, tiba tiba beberapa detik kemudian muncul juga seorang tamu dan anaknya dari Jakarta ikut sowan. Pertama, aku hanya ditanya “Ada apa kang ?” Tanya abah menanyakan maksud tujuanku. Segera kujawab “Ini yai, saya mau minta izin penelitian di Pasca Amtsilati,”. Karena ada tamu lain, langsung saja Abah Yai mengambil momen yang jarang ditemukan. “Ini kang, santri yang lulus SMP langsung lanjut kuliah,” ucap abah yai mengawali percakapan dengan kami. Saat itu juga aku berfikiran karena sebenarnya aku juga mau mewancarai abah yai namun malah ditanya dulu untuk menceritakan bagaimana bisa alumnus smp sepertiku bisa langsung lanjut kuliah. Karena tamunya penasaran dan abah yai juga meminta menceritakan aku pun menceritakannya dengan singkat padat. Cerita alumnus smp lanjut kuliah di artikel lain.
Dengan bangga -pengamatanku- abah yai sedikit menjelaskan dan bertanya-tanya kepadaku proses cerita itu. Sampai habis ceritaku, mulailah tamu ngobrol-ngobrol dengan abah yai. Bermula dari meminta nasihat untuk anaknya karena mulai tidak betah di pondok. Jawaban inti dari abah yai yakni bahwa semua manusia dimanapun dan kapanpun pasti akan menghadapi cobaan dan godaan.
Prinsipnya adalah memaksimalkan hari ini yang kita sekarang hidup. Kemarin sudah tidak bisa diulang dan besok belum pasti ada. Intinya hari ini adalah kehidupan yang sebenarnya. Jangan galau karena mengingat masa lalu yang agak atau memang suram dan jangan terlalu terlena dengan angan-angan masa depan. Dengan keyakinan dari qauliah ini maka seseorang pasti akan mengoptimalkan setiap detik, menit jam dan harinya. Bagaimana dia pada hari itu membuahkan sebuah karya hasil produktivitasnya yang bermanfaat. Sungguh sebuah maqalah yang sepele namun jika benar-benar dihayati dengan kedalaman hati, maka sungguh akan berimplikasi besar kepada kehidupan sehari-hari.
Selain itu juga –tidak sengaja menguping, hehe- tamu itu kurang jelas menanggapi apa yang dikatakan abah yai. Tamu itu juga pernah mendengar maqolah serupa dalam sebuah bacaannya bahwa ada hadits dari Nabi Isa yang mengatakan bahwa manusia itu hanya hidup dalam tiga hari. Kemarin, hari ini dan besok. Abah yai mempertanyakan masalahanya kenapa ? setelah agak berbelit belit, tamu itu bertanya apakah hadits itu valid dari kisah Nabi Isa.
Abah yai simple menjawab khas penyampaiannya dengan sebuah analogi. Beliau menyatakan bahwa hadits itu diibaratkan air zamzam. Dimanapun air zam-zam ditempatkan, tetaplah itu air zam-zam. Baik dari wadah yang sangat bening maupun wadah yang kotor tetaplah air zam zam berkhasiat memberikan manfaat. Ini juga sama dengan sebuah hadits jika disampaikan oleh beragam perawi ada yang cerdas, kurang beraklaq maupun kurang adil tetaplah itu dinamakan hadits. Jangan terlalu berfokus terhadap kritik apakah hadits itu shahih, dhaif atau istilah lainnya, namun malah mengabaikan substansi dari sebuah hadits itu. Tujuannya hadits itu untuk memotivasi, menginspirasi dan menggerakan manusia untuk beramal shaleh, namun karena orang-orang ragu apakah hadits itu bertingkat apa, malah dia tidak jadi mengamalkan hadits dan meninggalkan perbuatan hasanah. Mungkin sekiranya itu yang saya tangkap dari obrolan abah yai, aku dan tamu itu.
Akhirnya, aku memutuskan untuk mencari waktu lain dalam mewancarai abah yai karena dirasa waktu itu sudah terlalu lama untuk duduk bersama abah yai apalagi banyak tamu yang ingin sowan.
Jepara, Ahad, 29 Juni 2014
1 Ramadhan 1435

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »