Transplatasi Perspektif Hadist Nabi I


Kelompok kerja program Silent Mentor, fakultas kedokteran universitas Indonesia (FK-UI), minta panduan agama kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Program di FK-UI itu hendak menggunakan jenazah untuk pelatihan bedah. Selama ini, latihan bedah menggunakan pasien hidup. Resikonya, kerap terjadi kesalahan yang berakibat cacat dan kematian. Bila menggunakan kera atau babi, hasilnya kurang efektif, karena struktur hewan berbeda dari manusia. Paling tepat menggunakan mayat baru, karena struktur anatomi dan jaringannya masih sama dengan manusia hidup. Sehingga suasana latihan pun mirip bedah sungguhan. Jenazah demikian dicapai bila sebelum delapan jam sejak meninggal diawetkan dengan teknik tertentu.
Regulasi seputar donor mayat untuk keperluan pendidikan selama ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 1981. Di sana diatur ketentuan persetujuan keluarga jenazah, lokasi baku operasi bedah, status mayat tidak dikenal dan sebagainya. Meski sudah diatur negara, masih ada pasal yang menyerahkan urusan pada ketentuan agama. Bagaimana perawatan mayat sebelum, selama dan sesudah bedah mayat, menurut Pasal 4 dan 8 PP itu, dilaksanakan sesuai dengan agama masing-masing. Karena populasi terbesar negeri ini muslim, FKUI perlu bertanya tentang pandangan hukum Islam kepada PBNU. Kajian awal forum bahtsul masail di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, dengan tema “Perspektif Hukum Islam Tentang Program Silent Mentor''. Dikatakan bahwa empat bulan sebelumnya. Sebagai studi pendahuluan, MUI mendelegasikan anggotanya, KH Ahmad Munif  Suratmaputra, membuat makalah. Karena belum banyak literatur fikih klasik yang mengupas tema ini.
Kasus nyata di Malang, Jawa Timur. Pada Juli 2003, Budi Setiawan, 75 tahun, mendonorkan seluruh organ tubuhnya untuk kemanusiaan dan kedokteran. Donor ini diserahkan keluarga kepada FK Universitas Brawijaya (Unibraw) dan Bank Mata Cabang Malang. Sehari setelah meninggal, dua kornea matanya didonorkan kepada warga Malang dan Surabaya. Serah-terima jenazah total dilakukan empat hari setelah Budi meninggal. Selain kornea mata, organ tubuh Budi tidak dapat didonorkan, sebab ia meninggal biasa. Tapi jenazah Budi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kedokteran.
Praktek demikian, disinyalir sudah lama berlangsung dalam dunia kedokteran. Sering terjadi pada jenazah korban kecelakaan yang tidak teridentifikasi atau tidak diketahui keluarganya. Bahkan ada informasi, ada yang terjadi lewat transaksi jual-beli dengan nilai hingga berjuta-juta. Ketika fenonemanya sudah seperti demikian, maka harus segera ada sikap yang cepat dalam mencari pandangan hukumnya.
Dari uraian di atas, tersirat lima persoalan yang terdiri dari:
1)      Mayat tidak dikenal dan sebagainya untuk pelatihan bedah
2)      Donor mayat untuk keperluan pendidikan tanpa izin
3)      Mendonorkan sebagian/seluruh organ tubuhnya untuk kemanusiaan dan kedokteran atas izin mayat (melalui wasiatnya sebelum meninggal)
4)      Mengawetkan jenazah untuk kepentingan kedokteran
5)      Transaksi jual-beli mayat
Dalam menyikapi fenomena ini, beberapa tokoh dari berbagai kalangan masih terjadi debatable, yakni terjadi perbedaan pendapat untuk memutuskannya. Namun, bagaimanakah kejelasan hukum dari semua persoalan ini? Apakah ada dasar/dalil yang tidak memperbolehkannya?

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »