Talkshow BEM STAIMA




           Senin ( 31/10 ), tepat pukul 16.00 WIB, BEM STAIMA memulai acara Talkshow bersama dua orang “putri bahasa”, Ajeng dan Jamilah. Mereka menjadi tamu undangan BEM sekaligus menjadi narasumber.  Kedua putri itu menjadi tamu istimewa karena membawa sejuta pengalaman walau masih muda. Bulan Juli lalu mereka menyabet penghargaan juara pertama dalam lomba debat bahasa Inggris Nasional di Lombok.
            Karena itulah, BEM Staima mengajak mereka berbagi pengalaman mulai dari lomba tingkat kota sampai akhirnya mendapat penghargaan nasional. Acara yang dilaksanakan di Perpustakaan Al-Hikam itu sangat meriah sekali. Bapak Ali Mukti sebagai moderator sangat lihai membawa acara. Tidak panjang lebar, setelah pembukaan, waktu diserahkan pada dua putri itu.
            Pertama kalinya, mereka memperkenalkan diri. Ajeng berasal dari Surabaya dan Jamilah asli Kalimantan. Walau bukan arek malang, kata mereka langsung bisa beradaptasi walau prosesnya lama. Jika Ajeng latar belakangnya adalah orang yang bersekolah murni sedangkan jamilah ialah alumnus santri Dar Al-Ulum Jombang dan melanjutkan ke jenjang Madrasah Aliyah 3 Malang.
            Pada pertengahan, mereka menunjukan jati diri, sebagai juara pertama nasional debat bahasa inggris. Dengan memperlihatkan foto-foto di Lombok saat mereka sedang berpose di pantai,berdiskusi menyiapkan materi debat sampai akhirnya membawa piala juara. Tak kalah seru, Jamilah menunjukan video debatnya di Lombok. Dari video itu sudah terihat akan potensi yang dimiliki ajeng dan jamilah dalam berbicara inggris dengan lancar dan PEDE.
            Setelah berbagi cerita dari Lombok. Lanjut pada bagian ask-answer. Pertanyaan  banyak dilontarkan dari peserta baik mengenai hal pribadi dan umum. Seperti bagaimana cara anda belajar bahasa Inggris?, apakah ada ramuan khusus untuk menjadi juara , dan ada juga peserta yang meminta opini Jamilah maupun Ajeng tentang Islamic Boarding Scholl. Dengan runtut, satu- persatu antara Jamilah dan Ajeng menanggapi pertanyaan peserta. Ternyata mereka banyak kesamaan dan saling melengkapi dalam menjawab namun ada satu perbedaan yagmenonjol. Yakni saat menjawab  akan opini mereka tentang pesantren. Jamilah ialah alumnus pesantren dari Jombang, jadi ia merasakan akan kehidupan di pesantren itu menyenangkan, dari nikmatnya saling berbagi sampai menyimpulkan akan hasil dari pesantren itu timbulnya sifat kemandirian. Jadi ketika masuk pesantren Al-Qolam di MAN 3 Malang, ia dapat cepat beradaptasi disana. berbeda dengan Jamilah,  Ajeng berbeda sudut pandang. Karena latar belakang Ajeng itu siswa murni dari Surabaya. Ia masuk MAN 3 karena tak lulus ujian masuk di sekolah favoritnya. Dan ketika masuk pesantren, ia merasa aneh dan tak biasa. Namun karena sudah kebiasaan ia dapat merasakan pesantren itu nyaman dan tidak membosankan. Tidak seperti prasangkanya dulu-sebelum ke pesantren- bahwa pesantren itu jijik, kuno dan ketinggalan zaman. Malah ia berkata bahwa pesantren itu sekolah terbaik.
            We smiled. Cz We believe that we did the best, no matter how..

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »