Banyak orang yang salah memahami suatu istilah sehingga akhirnya ia melakukan kesalahan dalam perbincangan obrolan sampai prilaku yang ia laksanakan. Dalam kuliah ilmu tasawuf dengan dosen Ust. Mutamakkin sangat menarik sekali karena tema yang diangkat adalah kerangka berfikir irfani ; dasar-dasar falsafi maqam dan hal. Mungkin untuk pembaca budiman langsung bingung dengan judul diatas, namun penulis mencoba untuk menyederhanakan pengertian itu.
Inti dalam pembahasan diatas ialah, definisi antara maqam dan hal. Maqam adalah tingkatan seorang sufi dalam menempuh jalan sufistiknya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jadi jelas, maqam itu artinya tingkatan atau tahapan. Bukan maqam seperti yang dimaksud kebanyakan orang yakni, kuburan. Berbeda lo, makna maqam dan kuburan, dan perlu dibedakan karena memang artinya berbeda sehingga menimbulkan pemahaman yang berbeda pula.
Jika ada orang yang berkata “Jika ingin ke maqam sunan ampel maka pergilah ke Surabaya dan carilah tempat ziarahnya”. Apa bedanya dengan “jika ingin ke kuburan sunan ampel, pergilah ke Surabaya …….”. kan udah dikatakan tadi, maqam dan kuburan itu berbeda, sekalipun banyak orang yang menyamakannya dan itu memang menjadi“salah kaprah”. Sekali lagi itu salah kaprah dan menyebabkan hal yang fatal. Dan kita tak bisa menyamakannya.
Maqam itu tingkatan yang ditempuh seorang sufi. Dan kuburan itu pathokan tempat sufi itu wafat. Maka pernyataan yang benar “jika kau ingin ke maqam sunan ampel maka tempuhlah maqam itu.” apakah kau tahu maqam/tingkatan sunan ampel yang telah ia tempuh. Ya, benar. Tingkatan ma’rifat kepada Allah. Sedangkan pastinya dalam mencapai predikat ma’rifat itu, sunan ampel melakukan banyak proses. Nah, proses itu yang dinamakan metode kerangka berfikir irfani. Maka benar pernyataan “jika kau ingin ke kuburan sunan ampel maka pergilah ke Surabaya…..”.
kompleksnya, semua orang itu tujuannya hanya kepada Allah ( dalam tasawuf ), dan banyak berbagai jalan yang ditempuh tergantung si pejalan itu. dan pasti di jalan itu terdapat pos-pos, tempat si pejalan meneduh, beristirahat. Berjalan dari satu pos ke pos yang lain. Nah, pos itulah yang dinamakan maqam. Jika orang ingin menuju Allah, ia harus melewati maqam – maqam itu. diantaranya : maqam/pos taubat, zuhud, faqr, ridho, sabar, syukur sampai tawakal.
Penghalang menuju Maqam : Nafsu
Menarik membicarakan persoalan nafsu. Karena dengan nafsulah seseorang melakukan norma yang dilarang, dengan nafsu orang makan, dengan nafsu orang beribadah, namun kebanyakan orang terkendali dengan nafsunya sehingga ia harus terjerumus di limbah kesesatan, bukannya ia yang seharusnya mengendalikan nafsu.
Nafsu –disebut daya dorong- banyak macamnya. Dari nafsu ganas sampai nafsu lembut. Tergantung sing duwe nafsu itu bagaimana mengolahnya. Dan tidak mungkin seorang manusia tidak punya nafsu, karena yang tidak punya nafsu hanyalah malaikat. Kalau tak punya, bisakah kita makan, bisakah kita ereksi, bisakah seorang bayi lahir, karena lahirnya bayi itu karena proses yang didasari nafsu. Biasanya nafsu ganas selalu mendorong manusia untuk melakukan ma’siat. Ya, nafsu ganas atau nafsu setan dan iblis. Bukankah manusia adalah gabungan dari malaikat dan setan dalam segi sifatnya ?. betulkah ?.
Maksiat bukan hanya pahanya wanita, menawannya ia, sampai semoknya ia. Maksiat itu tergantung tempatnya ia berada. Jika seorang mahasiswa tidak banyak baca alias malas belajar, menyakiti dosennya karena terlambat membuat makalah, terlambat masuk kelas, menyerobot makan lauk temannya, apakah itu bukan maksiat ?. Sekali lagi, maksiat itu luas maknanya. Seluas hamparan laut yang terbentang. Juga maksiat, jikalau dosen bolos tanpa izin, guru memopoh anak didiknya bahkan mencemarkan nama sekolahan. Maka dengan tasawuf ini, orang belajar bagaimana mengendalikan nafsu bukan terkendali dengannya.
Nafsu dihilangkan dengan jalan tempuh seorang pelaku. Jalan tempuh yang pertama kali dilaksanakan adalah taubat. Apa bedanya taubat dengan istigfar ?. apakah orang yang mengucapkan astagfirullah itu sudah taubat. Belum, istigfarnya hanya baru berucap. Dan seharusnya ucapan itu dihayati dan dilaksanakan. apa artinya jika ia berucap istigfar 1000 kali perhari, jika setiap malamnya ia nonton bokep, pacaran atau menggunjing orang.
Dianalogikan dengan orang yang mengucapkan mangga, mangga sebanyak 1000 kali. Apakah ia akan mendapatkan mangga. Jika tangan penulis bisa keluar dari kertas ini, maka pasti secara paksa saya akan mengganggukkan kepala anda. Ya, tidaklah. Dia tidak akan mendapat mangga. Dia mendapat mangga, jika ia pergi ke pasar dan membelinya atau cari bibitnya lalu ditanam dan dirawat hingga berbuah mangga. Apa cukup untuk mendapatkan seorang wanita, hanya dengan memanggil namanya sampai 1000 kali, hanya dengan melihat foto di FB-nya, apa cukup ingin ngerokok hanya dengan mengucap rokok dan rokok. Apa bedanya dengan selalu mengucapkan Allah, Allah namun gak ada actionnya. gak jalan menuju Allah. Tidak cukup dengan hanya kata-kata. Namun perlu digarisbawahi bukan berarti kita ingin menuju Allah tanpa mengucapkan Allah, mengucapkan itu hikmahnya agar ucapan itu dicermati, dimaknai dan dilaksanakan.
Lalu nafsu itu berada dimana. Menurut pak Makkin, di mata. Namun jika merem maka tanganlah yang bertindak. Maka penuh hikmah dilarangnya seseorang menatap selain jenis karena mata dapat membunuh diri. tatapan mata bagaikan busur panah setan menggerogoti jiwa. Yah, misalnya menatap seorang wanita cantik berlalu dan wajah anggunnya selalu tergiang di hati hingga memikirkan yang tidak-tidak. Mikir yang tidak-tidak juga maksiat.
3 Unsur Manusia
Manusia mempunyai 3 unsur dalam dirinya, yakni, rogo, jiwo dan nyowo. Perlukah raga/fisik kita makan. Of course. Bagaimana dengan jiwa dan nyawa. Makannya Raga dengan nasi, jiwa dengan ilmu dan nyawa dengan rasa. Bilamana perut kita kosong, langsung ada respon dan segera kita mengisinya. Namun, jika jiwa kita sedang kosong, bagaimana merasanya.
Biasanya, jika jiwa lapar karena kosongnya “ilmu” maka si pelaku akan ngamuk-ngamuk atau merasa bingung tiada henti, gelisah. Maka isilah dengan ilmu. Dia terlalu banyak memikirkan pesona duniawi, menawannya gadis Cleopatra dsb.
Ternyata makan nasi berpengaruh pada jiwa. Saat perut terisi makanan, maka kita merasa kenyang. Dengan kenyang itu menjadi tentram. Nah, rasa kenyang dan tentram itulah yang ditimbulkan jiwa. Sedangkan nyawa merasa syukur dengan adanya tentram yang telah dirasakan.
Di sela pemaparannya, Pak Makkin berkata “Saya ngerokok untuk mengisap asapnya dan saya keluarkan lagi. Sedangkan dokter membahas saat badan terkena asap rokok maka akan gini dan gitu”. Salah seorang Mahasiswa nyeletuk “Betul, dokter gak bahas nikmatnya ( jadi dokter benci perokok )”. Gelak tawa pun mengikuti.
Sifat Inti
Sebenarnya selain taubat, sabar adalah sifat yang paling utama. Karena tanpa sabar seseorang tak akan mencapai maqam taubat. Jika dalam keadaan sedang beribadah dan tergoda dengan ma’siat ( tidak sabar ) maka ibadahnya pun gagal. Sabar juga bisa dikatakan “ketika ada makan, jika tak ada menerima”. Seperti, di dapur lauknya tempe, maka terimalah. Ayam terima, tidak pilih kasih. Karena hal kecil itupun menunjukan kesabaranmu.
Sifat utama lainnya ialah istiqamah. Istiqamah tentu dalam kebaikan. Malah pak makkin menyederhanakannya dengan jika seorang anak pergi dari rumah menuju Al-Hikam tapi dia mampir-mampir ke rumah temannya sebelum tiba di Al-Hikam maka ia tidak istiqamah. Apabila ada orang yang minta anter ke terminal, jalan mau pulang ke Al-Hikam lagi, ia malah mampir dulu ke Mal, Alun-Alun, tidak langsung pulang maka ia juga tidak istiqamah. Lalu jika istiqamah diaplikasikan dengan ketidakbaikan, apakah bisa disebut istiqamah. Tidak, dan tidak. Wong perbuatannya sudah tidak mustaqim/melenceng.
Kalau ada pengemudi motor, berhenti karena melihat lampu merah didepannya. Pertanyaannya, kenapa ia berhenti ?. ada yang menjawab, karena ia mematuhi lalu lintas, karena ia nunggu lampu merah, karena takut polisi. Jika alasannya seperti itu, maka berarti anda termasuk orang sering melanggar lalu-lintas. Jika malam hening tak ada polisi, pastilah anda menerjang lampu merah itu. jawabannya dengan argument “karena ia mengerem”. Betul, 100 persen. Karena ia mengeremnya.