Kerangka Berfikir Irfani

Kerangka Berfikir Irfani


Kerangka Berfikir Irfani  : Dasar - Dasar Falsafi Maqam dan Ahwal
A.   Pendahuluan
Suatu pengamatan terhadap tasawuf mengindikasikan bagaimana para sufi memiliki konsepsi tentang jalan menuju Allah. Jalan ini dimulai dengan latihan - latihan bertahap pada fase tertentu yang dikenal dengan maqam ( tingkatan ) dan hal ( keadaan ) yang berakhir pada tingkat ma’rifat pada Allah.
            Kerangka “irfani” dapat disebut dengan lingkup perjalanan menuju Allah untuk memperoleh predikat marifat. Tanpa kerangka ini, manusia tak akan sampai menuju Allah, walaupun ia beriman secara aqliyah. Selain itu, lingkup irfani tidak dapat dicapai dengan mudah atau spontinitas.
            Seperti tujuan yang diharapkan dalam silabus ilmu tasawuf, yakni agar mahasiswa dapat memahami kerangka berfikir irfani, maka akan semakin menarik apabila pemakalah mengklafikasikan bab ini menjadi beberapa bagian :
1.      Apa Pengertian dan Perbedaan Maqam dan Hal ?
2.      Bagian apa yang termasuk maqam dan hal ?
3.      Bagaimana metode berfikir irfani ?

B.   Pembahasan
1.    Pengertian dan perbedaan maqamat dan ahwal
a. Maqam
Banyak jalan dan cara yang ditempuhi seorang sufi dalam meraih cita-cita dan tujuannya mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah s.w.t seperti memper-banyak zikir, beramal soleh dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam perjalanan spritualnya, seorang sufi pasti menempuh beberapa tahapan. Tahapan-tahapan itu disebutkan Maqamat/stasiun (jama’ dari maqam).( Syamsun Ni'am, 2001: 51)
b. Ahwal
Keadaan atau kondisi psikologis ketika seorang sufi mencapai maqam tertentu. Menurut Al-Thusi, keadaaan ( hal ) tidak termasuk usaha latihan - latihan rohaniyah. Dan para sufi menegaskan perbedaan maqam dan hal. Maqam ditandai dengan kemapanan sedangkan hal justru mudah hilang. Maqam dapat dicapai seseorang dengan kehendak dan upayanya, sementara hal dapat diperoleh sese-orang tanpa sengaja.  Istilah kompleksnya, bahwa hal sama dengan bakat, sementara maqam diperoleh dengan daya dan upaya ( Rosihan Anwar, 2008  : 77 ).
2.      Macam – macam maqam
1.      Tobat
Secara bahasa, taubat adalah kembali. Sedangkan termologinya yaitu kembali dari hal tercela menuju sesuatu yang terpuji[1]. Menurut Imam Ghazali, taubat adalah sebagai pijakan awal para salik dan permulaan murid dalam mencapai ma’rifat.[2] Permulaan ini semakin jelas dengan indikasi bahwa Ghazali meletakkan bab taubat sebagai bab pertama dalam munjiyat.
Tobat tentu tidak asal tobat, terdapat kriteria – kriteria yang harus dipenuhi agar tobat itu dapat diterima, diantaranya :
a.       Menyesali apa yang telah diperbuat.
b.      Bertekad untuk tidak mengulangi hal tercela itu.
c.       Terbebas dari tuntutan manusia lain. ( Syatha : 15 ).
2.      Zuhud
Makna dan hakikat zuhud banyak diungkap Al-Qur’an, hadits, dan para ulama. Misalnya surat Al-Hadid ayat 20-23. Dari ayat itu, kita mendapat pelajaran bahwa akhlak zuhud tidak mungkin diraih kecuali dengan mengetahui hakikat du-nia yang bersifat sementara, cepat berubah, rendah, hina dan bahayanya ketika manusia mencintainya– dan hakikat akhirat –yang bersifat kekal, baik kenikmata-nnya maupun penderitaannya.
            Secara umum, zuhud diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidu-pan akhirat. Batas pelepasan diri dari ketergantungan itu menurut Ghazali mengu-rangi keterikatan pada dunia untuk kemudian menjauhinya dengan penuh kesadaran. Lain halnya dengan Hasan Al-Bashri yang mengatakan bahwa zuhud adalah meninggalkan kehidupan dunia karena dunia bagai ular, licin apabila dipe-gang namun racunnya dapat membunuh. [3]
            Kendati banyak berbagai pendapat makna zuhud, inti dan tujuan zuhud adalah tidak menjadikan dunia sebagai tujuan akhir dengan menggangap bahwa dunia sebaga suatu sarana atau perantara menuju akhirat yang dimanfaatkan secara baik.
3.      Faqr
Ialah menuntut lebih banyak dari apa yang telah dimiliki dan merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki, sehingga tidak meminta sesuatu yang lain.[4] Sikap ini mencegah keserakahan yang menjadi rentetan sikap zuhud. Hanya saja jika zuhud lebih keras menghadapi kehidupan duniawi sedangkan fakir hanya pendisiplinan diri dalam mencari dan memanfaatkan fasilitas hidup.
4.      Sabar
Al-Ghazali mengklasifikasikan sabar yaitu kesabaran jiwa ( menahan nafsu makan dan seks ) dan kesabaran badani ( menahan penyakit fisik )[5].
Ibnu Abbas berkata bahwa sabar dalam Al-Quran dibagi menjadi tiga. Pertama, sabar dalam menjalankan perintah Allah. Kedua, sabar dalam menjauhi larangan-Nya. Ketiga, sabar saat ditimpa musibah.[6].
5.       Syukur
Abdul Fattah Sayyid Ahmad (2000: 124) dalam bukunya Tasawuf: antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah, tidak memisahkan antara sabar dan syukur. Bahkan menurut beliau, sabar dan syukur adalah dua buah kata yang digunakan untuk menyebut satu makna. Menguatnya motivasi agama dalam melawan motivasi syahwat, jika dilihat dari sudut pandang dorongan syahwat, disebut ’sabar’. Menguatnya dorongan agama dalam melawan motivasi syahwat, jika dilihat dari sudut pandang motivasi agama, disebut ’syukur’.
Syukur kepada Allah merupakan bukti atas nikmat dan karunia yang diberikan kepada hamba-Nya (Syamsun Ni’am, 2001: 59). Secara global syukur adalah “Sharfun ni’mah fi ma khuliqat lahu”(menggunakan nikmat yang dikaruni-akan Allah kepadanya secara proporsional) . Al-Junaid mengatakan “Bersyukur adalah bahwa engkau tidak memandang dirimu layak menerima nikmat . Dalam dataran aplikatif, syukur tidak hanya diwujudkan dalam lisan semata. Namun juga dinyatakan dalam gerak dan perasaan hati. Dengan demikian syukur itu merupa-kan perpaduan antara perilaku hati, lisan dan raga.
6.      Rela    
Ridha’ berarti menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugera-hkan Allah Swt. [7]. Abdul Halim Mahmud menyatakan bahwa ridha mendorong manusia untuk sekuat tenaga mencapai apa yang dicintai allah dan rasul-Nya. Namun sebelum mencapainya, ia harus menerima dan merelakan resikonya dengan cara apa yang disukai Allah.
7.      Tawakal
Tawakal merupakan gambaran keteguhan hati dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah ( Ghazali : 322 ). Dalam hal ini, Ghazali menguungkan tawa-kal denga tauhid, dengan penekanan bahwa tauhid sangat berfungsi sebagai landasan tawakal.
Tawakal terbagi pada tiga derajat : tawakal, taslim dan tafwih. Orang yang bertwakal merasa tentra dengan janji Rabbnya. Orang yang taslim merasa cukup dengan IlmuNya. Adapun pemilik tafwidh ridha dengan hukumNya. 
a.       Hal
1.      Muhasabah dan Muraqabah
Kedua hal ini menjadi dua dari 6 tingkatan yang menjadi pengikat nafsu.[8] Muraqabah (control save ) sebagai pengawas dari nafsu yang ambisius pada hal tercela agar tidak merugi nantinya.
Muhasabah ( evalution save ) dapat diartikan intropeksi diri apakah segala perbuatan sehari – hari telah sesuai atau menyimpang dari kehendak-Nya.  
2.      CInta
Dalam pandangan tasawuf, mahabbah merupakan pijakan bagai segenap kemuliaan hal, seperti tobat yang merupakan dasar maqam. Mahabbah adalah kecenderengan hati untuk memerhatikan keindahan dan kecantikan. ( Rosihan Anwar : 84 )
3.      Raja dan Khauf
Raja dapat berarti berharap atau optimisme dengan 3 tuntutan diantaranya : a. cinta kepada apa yang diharapkannya. B. takut harapannya hilang. C. berusaha mencapainya. Tanpa 3 hal ini bukan dinamakan raja melainkan ilusi atau khayalan.
Sedangkan khauf adalah kesakitan hati karena membayangkan hal yangditauti yang akan menimpa nantinya. Khauf dapat mencegah hamba dari maksiat dan mendorong agar manusia tetap dalam ketaatan.
4.      Rindu
Jika cinta sudah dirasa maka rindu pun akan mengikuti.[9]
Al-Ghazali berargumen bahwa kerinduan kepada Allah dapat dijelaskan melalui penjelasan tentang keberadaan cinta kepadaNya. Pada saat tidak ada, setiap yang dicintai pasti dirindukan orang yang mencintainya. Begitu juga dihadapannya, ia tidak dirindukan lagi. Kerinduan berarti menanti  sesuatu yang tidak ada. Bila sudah ada, tentunya tidak dinanti lagi.[10]
5.      Intim ( uns )
Uns adalah sifat merasa selalu berteman, tidak pernah merasa kesepian (Anwar dan Solihin, 2000: 86 )[11].
b.      Metode Irfani
1.      Riyadhah
Riyadhah ( latihan – latiha mistik ) yakni latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal yang mengotori jiwanya. Riyadhan dapat pula berarti proses internalisasi kejiwaan dengan sifat – sifat terpuji dan melatih membiasakan meninggalkan sifa sifat tercela[12]
Riyadhah harus disertai dengan mujahadah. Mujahadah yang dimaksud adalah kesungguhan dalam perjuangan meningalkan sifat tercela/ meninggalkan sifat tercela tentu tidak mudah sehingga membutuhkan kesungguhan dalam riyadahnya. Perbedaannya, jika riyadhah sebagai tahapan-tahapan real, sedangkan mujahadah berjuang menekan atau mengendalikan dengan sungguh sungguh. Meskipun demikian, keduanya tak dapat dipisahkan karena keduanya bagai dua sisi pada satu mata uang. [13]
2.      Tafakur ( refleksi )
Tafakur penting dilakukan oleh setiap manusia yang menginginkan marifat. Sebab, tatkala jiwa telah belajar dan mengolah ilmu, lalu memikirkan dan menganalisanya maka pintu kegaiban akan dibukakan untuknya. Menurut ghazali, orang yang berfikir dengan benar kan menjadi dzawil albab yang terbuka kalbunya sehingga akan mendapat ilham[14]
3.      Tazkiyat annafs
Proses penyucian jiwa manusia. Proses ini dapat dilakukan melalui tahapan takhalli dan tahalli. Proses tazkiyat al-nafs adalah inti kegiatan bertasawuf.
4.      Dzikrullah
Secara etimologi, dzikir adalah mengingat sedankan secara istilah membasahi lidah dengan ucapan pujian kepada Allah. Dzikir merupakan metode lain dalam memperoleh ilmu ladunni ( Rosihan Anwar, 2000 : 92 ).
Dalam Munqidz, Al-Ghazali menjelaskan bahwa dzikir kepada Allah merupakan hiasan bagi kau sufi. Syarat utama bagi orang yang menempuh jalan Allah adalah membesihkan hati secara menyeluruh dariseian Allah sedangkan kuncinya menenggelamkan hati secara keseluruhan dengan dzikirullah[15].
C.   Kesimpulan
Dari penjabaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kerangka berpikir irfani merupakan salah satu jalan sufistik yang ditempuh para sufi dalam mencapai pengenalan kepada Allah swt secara total (ma’rifatullah) sebagai hamba-Nya. Di dalam pengembaraan para salik (penempuh tasawuf) tersebut, mereka mesti melalui tahapan-tahapan maqam (maqamat) seperti taubat, zuhud, faqr, sabar, syukur, tawakal, dan ridha.
Setelah para salik berhasil menempuh tingkatan maqam, mereka berada pada kondisi al hal (ahwal). Pada kondisi ini mereka akan dengan mudah mengalami hal-hal secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan mujahadah mereka masing-masing. Adapun hal-hal tersebut adalah muhasabah, muraqabah, hubb, raja’, khauf, syauq, dan uns.
Segala penempuhan di dalam maqamat dan ahwal untuk mencapai derajat hamba yang hakiki di sisi Allah swt. tersebut tidak akan diperoleh secara sempurna jika dilakukan tanpa pedoman dan bimbingan tertentu. Pedoman tersebut digunakan sebagai metode penempuhan para sufi yakni metode irfani. Metode irfani merupakan salah satu metode sufistik yang telah digali oleh para ‘arifin (ulama tasawuf) dari sumber ajaran Islam, yakni Al-Quran dan Sunnah Rasul saw.
Dengan begitu, jelaslah sudah bahwa kerangka berpikir irfani melalui falsafi maqamat dan ahwalnya menjadi dasar amalan para salik di dalam memahami esensi (hakikat) nilai-nilai penghambaan diri kepada sang Maha dahsyat. Selain itu, kerangka berpikir irfani ini, tidak semata dikhususkan bagi para salik atau sufi, melainkan pula kepada kaum muslimin yang menginginkan ketenangan secara lahir dan batin, dan tentunya disertai dengan pedoman dan bimbingan guru mursyid.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Rssalah Al-Ladunniyah, dalam Al-Qushur Al-Awali, Jilid I, Maktabah Al-Jundi : Mesir, 1970.
Al-Kalabadzi, Taaruf fi madzhab Al-Tasawuf, Isa Al-babi Al-Halabi, Mesir 1960, dalam Rosihan Anwar & M. Solihin.
Barmawie Umarie, Sistematika Tasawuf, Siti Syamsiyah, Sala, 1966,
C.A. Qadir, Philosophy and Science in The Islamic World, hlm 11
Ghazali, Abu Hamid,, Ihya Ulum Al-Din, Dar-Al-Ma’rifah : Beirut, Juz IV.
Ghazali, Mendekati Allah dengan kecintaan…….terj.Rosihan Anwar danAsep Suhendat dalam Rosihan Anwar dan M. SOlihin.
………….., Mursyid Al-Amin, Dar Al-Kutub Al-Islamiyyah : Jakarta, 2004.
Solihin & Anwar, Rosihan, Ilmu tasawuf,  CV pustaka setia : Bandung, 2008,
Syatha, Dimyati, Kifayat-Al-Atqiya’, Nur-Al-Huda : Surabaya,
Usman Said, et.al, Pengantar Ilmu tasawuf, proyek pembinaan PTAI IAIN SUMUT Medan, 1981.



[1] Syatha, Dimyati, Kifayat-Al-Atqiya’, Nur-Al-Huda : Surabaya, hlm. 14
[2] Ghazali, Abu Hamid,, Ihya Ulum Al-Din, Beirut : Dar-Al-ma’rifah, Juz IV, Hlm. 2
[3] Usman Said, et.al, Pengantar Ilmu tasawuf, proyek pembinaan PTA IAIN SUMUT medan, 1981 hlm. 104
[4] Al-Kalabadzi, Taaruf fi madzhab Al-Tasawuf, Isa Al-babi Al-Halabi, Mesir 1960, hlm105 dalam ROsihan Anwar & M. Solihin.
[5] Ghazali, Ihya….hlm. 58-59. Jilid IV
[6] …………., Mursyid Al-Amin, Dar-Alkutub Al-Islamiyah : Jakarta, hlm. 185.
[7] Barmawie Umarie, Sistematika Tasawuf, Siti Syamsiyah, Sala, 1966, hlm. 81 Dalam Rosihan Anwar..
[8] …………Mursyid Al-Amin…..hlm. 226.
[9] Ibid, hlm. 214.
[10] Ghazali, Mendekati Allah dengan kecintaan…….terj.Rosihan Anwar danAsep Suhendat dalam Rosihan Anwar dan M. SOlihin.
[11] Lebih jelas menghayati ungkapan sifa uns di Rosihan Anwar & Solihin, Ilmu Tasawuf, hlm. 86
[12] Al-Ghazali, RIsalah Al-Ladunniyah, dalam Al-Qushur Al-Awali, Jilid I, Maktabah Al-Jundi : Mesir, 1970, hlm 122.
[13] Solihin & Anwar, Rosihan, Ilmu tasawuf, CV pustaka setia : Bandung, 2008, hlm. 90.
[14] Rosihan Anwar…hlm. 90 dalam C.A. Qadir, Philosophy and Science in The Islamic World, hlm 11
[15] Rosihan Anwar…hlm. 93 dalam Al-Ghazali, Al-Munqidz…..,hlm. 54
DISIPLIN IBADAH KUNCI KEBERHASILAN

DISIPLIN IBADAH KUNCI KEBERHASILAN


Ini saya persembahkan, hasil transkip pengajian Abah Hasyim Muzadi ketika mengisi mau’idlah hasanah pada acara Tanbihul ‘Am ( Jum’at 9 Juli 2011 ) di Gedung Induk Lt. 3 Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang.
news021177903738.jpg
بسم الله الرحمن الرحيم , الحمد لله رب العا لمين و به نستعين علي امور الدنيا و الدين والصلاة و السلام علي أشرف المرسلين سيدنا و مو لانا و شفيعنا و أسوتنا و حبيبنا و قرة أعيننا محمد صلي الله عليه و سلم و علي اله و صحبه و سلم  ربنا أتنا من لدنك رحمة و هيء لنا من أمرنا رشدا
a.       Untuk Apa Kesini ( Al-Hikam ) ?
Anak – anak yang saya hormati satu hal yang kamu semua tidak boleh lupa yakni untuk apa kamu kesini itu harus kamu pertanyakan kepada dirimu sendiri setiap saat, untuk apa ? karena kalau itu lupa maka kamu akan tidak bisa terkontrol. Kamu  disini untuk belajar dan untuk menempati diri  supaya menjadi ilmuwan yag berkarakter. Jadi, kesini bukan cari kos - kosan bukan pula mencari tempat karena di lain tempat tidak ada. Tetapi, untuk siap mencari ilmu yang manfaat dan membentuk karakter yang baik. Agar supaya niat untuk apa kamu kesini tidak lupa maka perlu juga diingat motto Al-Hikam. Amaliah agama, Prestasi Ilmiah dan Kesiapan Hidup.
Mengapa Amaliah agama ? karena agama yang ilmiah itu belum membentuk karakter. Dia   ( agama yang ilmiah ) masih normative, mengerti halal haram tapi tidak memiliki pengertian itu. Baru menjadi jembatan ketika dilakukan amaliah dari norma hukum agama itu.
Proses itu panjang, apalagi kamu hidup pada dua alam, di pesantren diminta untuk persyariatan, di kampus dengan segala kebebasannya. Oleh karenanya proses menjadi panjang dan ada tantangan. Lain dengan anak Ma’had Aly yang tidak kemana – mana tapi yang pesma di pesantren dan dikampus dalam budaya yang beda. Oleh karenanya factor berfikir dan faktor ibadah ia merupakan jembatan untuk memfungsikan pengertian agama menjadi penghayatan dan menjadi amalan.
Yang kedua amaliah agama akan menjadi basis karakter kamu, jadi ilmu yang kamu punyai baik agama, maupun umum itu akan dipakai apa ? kemana tujuannya ?, tidak tergantung bunyi ilmu itu. tapi tergantung karakter yang ada pada orang yang menyangga ilmu itu. Ini berlaku baik untuk ilmu yang  normative seperti ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu syariat maupun yang bersifat tekhnologis tekhik misalnya, matematika , computer. Itu toh akhirnya  tidak tergantung ilmunya tetapi tergantung karakter orang yang menyanggga ilmu itu.  Apakah ilmu itu akan bermanfaat, mubadzir  atau justru digunakan untuk yang tidak baik.
b.       Disiplin Berfikir & Ibadah
 Maka tidak bisa lain, disiplin  berfikir dan disiplin ibadah harus ditegakkan. Maka kalau tidak ilmu itu tidak jelas menancap dimana. Ketika menancap di khasyatullah akan manfaat, ketika di hati yang kosong akan mubadzir ilmu  (itu ), ketika berada di posisi  hati yang amarah penuh nafsu angkara maka ilmumu  menjadi boomerang bagi dirimu.
Oleh karenanya, maka disiplin ibadah tidak bisa ditawar. Dan untuk itulah pesantren ini didirikan. Nah, didalam pelaksanaannya, anak - anak kalau jamaah lima waktu atau rawatib nyatanya sampai sekarang masih belum optimal. Oleh karenanya ke depan supaya disiplin ini diberi aturan, aturan pelaksanaan dan dibentukan  siapa yang bertanggung jawab untuk itu. Misalnya dari pihak pesantren sendiri itu, siapa ustadz yang ditunjuk untuk selalu hadir pada setiap jamaah pada waktu itu. Jadi.. ustadz-ustadz harus dibagi, jadi tidak boleh ada shalat , disitu tidak ada ustadz,
Yang kedua, system kepala kamar ini saya kira sebaiknya segera dilaksanakan, anak yang dikamar yang jumlahnya 6,7,8 itu harus ada kepalanya. Nah, kepala inilah yang bertanggung jawab jamaah dan kepala kamar itu harus sering diubah supaya dia tidak merasa menjadi penguasa di kamar tetapi menjadi pelayan di kamar . Ya bisa satu bulan diganti, jangan lama lama atau 2 bulan diganti. Perlunya supaya seluruhnya secara cepat menjadi pemimpin yang bertanggung jawab terhadap temannya di kamar itu.
Nah , kalau ini diputar cepat maka rasa tanggung jawab itu juga  akan cepat berputar jadi tidak ada yang gandol ( ikut-ikutan )  sehingga setiap kepala kamar terutama dalam waktu yang shubuh  dia harus laporan pada ustadz yang ada disitu “yang di kamar itu beres apa enggak ?”dan datangnya harus sebelum shalat shubuh bukan setelah subuh. Ini perlu.
Mengapa shubuh diperlukan lebih daripada waktu yang lain. Karena waktu shubuh itu mengandung makna lebih daripada waktu yang lain. Dengan shubuh kamu sudah bangun pagi. Dengan shubuh pikiran masih cerah karena baru memulai masuk hari itu. Dengan shubuh belajar lebih cerah dibanding misalnya sehabis dhuhur sehabis ashar dsb. Tapi sehabis shubuh Ini mempunyai nilai lebih untuk pencerahan pemikiran dan pencerahan hati serta belajar kamu. Jadi banyak makna di dalam jamaah shubuh. Doa doapun akan lebih tajam.
c.        Memahami makna dzikir
 Nah  yang kedua, anak anak yang mulai berzikir mengikuti dzikir pak Zamil ini hendaknya ada ustadz yang menjelaskan makna dzikir itu setahap demi setahap. Sehingga kalau kita dzikir lailahaillah juga mengerti artinya, subhanallah itu apa ? lahaula wa la quwwata illa billahi  itu konotasinya seperti apa ? , hasbunallah wa ni’mal wakil bagaimana ?, sehingga proses dzikir kita, dzikir kamu sekalian akan setapak demi setapak maju.
Dzikir dengan lisan kalau mengerti, maka otak dan  pikiran ikut berdikir. Kalau ia mengerti dalam suasana tenang maka hati akan tersentuh  maka dia akan memproses menjadi amal yang ia jika istiqamah akan ikut membentuk karakter. Bukan hanya masalah yang menyangkut pembentukan karakter sekaligus menjadikan bendungan terhadap hal hal yang negative dari luar.
 Anak anak yang tertib tentu tidak gampang melenceng daripada kehidupannya itu. ini saya ingatkan, pertama disiplin ibadah lalu disiplin dirosah. Ada fungsinya untuk pengembangan keilmuan dan untuk menyambungkan keilmuan agama dengan ilmu pengetahuan kamu yang dikampus. Maka dirosah - dirosah juga harus tertib. Yang ketiga, disiplin di dalam aturan pesantren, dan tata kehidupan di pesantren.  Insyaallah kalau itu kamu lakukan maka pelan - pelan kamu bergerak lebih baik.
Anak-anak sekalian, kalau memang sudah tidak bisa lagi santri diberesi ibadahnya ya ditanya aja “dia mau disini atau mau keluar”. Karena tanpa itu, pembentukan karakter tidak jalan, mengurusi anak-anak yang hanya pindah tidur. Karena  tujuan-tujuan mulia yang lain, masih banyak yang harus dilakukan oleh Al-Hikam ini. Jadi tolong kalau jamaah tidak cukup hanya perintah seperti saya tetapi siapa yang bertanggung jawab di masjid dan dikamar harus ditentukan.
d.       Mengabdi 
Selanjutnya, mengenai masalah yang menyangkut pengabdian. Pengabdian artinya suatu langkah untuk supaya kamu mempunyai kesiapan hidup. Hidup hari Ini semkain sulit, kenapa secara makro lebih sulit secara micro orang tidak siap dalam hidup sulit itu. Karena ia tidak terlatih untuk mengatasi kesulitan. Maka kegiatan pengabdian masyarakat sangat perlu.
e.       Manfaat Mengabdi
Pertama bagaimana kamu bisa melihat kenyataan di masyarakat seperti apa ?, yang kedua, kamu bisa melihat dirimu sendri apakah siap menghadapi mereka. Yang ketiga, Apa yang bisa kamu  berikan pada masyarakat oleh masyarakat itu. Besar kecilnya orang orang yang membiasakan melakukan pengabdian-pengabdian kepada masyakat diharapkan akan punya jiwa mengabdi.
Pertama action mengabdi. Action itu kadang-kadang ya gayanya. Kalau   ini diteruskan secara continu dia akan menumbuhkan jiwa pengabdian masyarakat. Nah, Ketika pengabdian masyarakat telah menyatu jiwa dari anak kamu tidak usah khawatir menganggur. Karena orang yang nganggur itu adalah orang yang egois sementara ia tidak bisa menghadapai kesulitan lingkungan berdasarkan egoismenya  itu.
Mengapa  orang nganggur Karena pikirannya hanya untuk diri sendiri. Cari kerja untuk siapa ? untuk saya. Nah,  orang lain tentu tidak ambil pusing ada apa saya pusing dengan kamu wong kamu cari ( kerja )  untuk dirimu sendiri.  maka egosime itu sebetulnya, mengisolasi kamu sendiri tapi dengan melakukan kegiatan satu bermanfaat pada masyarakat akan ada koneksi atau  silaturahim timbal balik itu.
f.        Bekal Mengabdi
Nah, di dalam mengabdi masyarakat, diperlukan pertama kreatifitas dia harus pro aktif tidak boleh menunggu masyarakat meminta. Harus melihat apa yang diperlukan lalu pro - aktif melakukan sesuatu yang bisa bermanfaat. Nah, dengan demikian maka akan terjadi hubungan timbal balik antara kamu dan masyarakat. Di dalam hubungan timbal balik itulah  maka akan tercipta apa yang disebut pekerjaan itu. Nah, kalau pekerjaan ingin membekas eh. membesar maka diperlukan manajemen daripada hubungan antar masyarakat.
Kalau kamu sudah punya jiwa mengabdi namanya kamu itu muslih, ketika kamu baik namanya shalih. Ketika kamu bergerak memperbaiki maka kamu menjadi muslih. Tidak ada muslihin yang menganggur karena gerakan itu sendiri akan ditukar oleh Allah  bukan hanya pekerjaan tapi juga dengan kemulian.
Di dalam ajaran agama, tidak ada suatu amal yang hilang dan Allah tidak akan menghilangkan amal  misalnya kamu pergi ke desa mengajar apalah fatihah, itu amal dan itu tidak hilang yang dihilangkan justru dosa seseorang. Ketika dia merasa berdosa kemudian beristigfar minta ampun kepeda Allah . Tapi kalau amal orang tidak, tidak  dihilangkan oleh Allah :  Innallaha La Yudi’u Amala Amilin Minkum min Dzakarin wa Untsa “. Allah tidak akan menghilangkan nilai amalamu sekecil apapun dari amal laki laki dan perempuan”
                Terus kapan amal itu hilang, kalau diundat – undat, kalau  kamu dengan amalmu kamu pake itu dengan mengundat ngundat, mencela apa mencaci.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى
“Jangan kau batalkan sedekah dan perbuatan baikmu dengan mencaci orang yang kamu baiki atau menyiksanya ( jika kau mencaci ) maka amalmu akan hilang”. ( Al-baqarah : 264 )
                Tapi selama amal itu dilakukan lepas maka dia akan kembali, kapan kembalinya Allah yang menentukan. Ada yang cepat ada yang lambat melalui apa juga Allah yang menentukan, kita tidak menentukan.
 Saya membuat pesantren yang menikmati bukan saya, kamu semua. Yang jungkir balik saya. Saya tidak pernah  merasa kamu memberi apa kepada saya tetapi apa yang saya lakukan tidak akan hilang dia akan kembali dari orang lain. Sehingga perjalanan-perjalanan  yang lain ketulungan oleh Allah mungkin karena investasi amal ibadah.
g.       Orang Beriman Vs Pragmatis
Disinilah pemikiran yang beda antara orang yang beriman dengan orang yang pragmatis. Kalau orang pragmatis daripada ngurusi orang untuk apa ? ngurus diri sendiri belum selesai. Tapi kalau orang beriman.  
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
Kerjakan ! mengabdi !, lakukan pengorbanan ! ( maka ) Allah akan melihat, Rasulullah akan melihat, dan orang mukmin akan melihat dan di belakangnya akan ada berkah. Ini beda sudah.
h.       Pendidikan Karakter sudah Terlambat
Sekarang pendidikan – pendidikan di kampus semua pragmatis. Sadar bahwa itu salah, sekarang baru membuat pendidikan yang berbasis karakter tapi saya kira terlambat. Kecuali kalau yang didik generasi baru karena pengaruh pragmatisme sudah luar biasa maka kamu hendaknya bisa menjaga diri. Apa yang tadi dilakukan coba disempurnakan dan dikembangkan sistemnya. Sehingga mempunyai spectrum atau jurusan-jurusan yang manfaatnya bisa lebih banyak. Pengabdian-pegabdian ini penting.
 Dulu waktu saya masih  sekolah orang tidak bisa masuk doctoral kalau belum mengajar dulu jadi keluar dari pesantren masuk fakultas, tingkat satu, dua, tiga, udah.  Dulu ada title ada namanya BA ( Bicliler of Ance )  . Itu sarjana muda, wah sarjana muda pada waktu itu sudah masyaallah hebatnya . Karena yang lain-lain itu smp, jadi kalau BA namanya firdaus BA wah itu nama firdaus BA, jadi kalau BA-nya gak disebut itu dia gak nyaut. Jadi M. firdaus diam aja, firdaus BA baru ya saya. 
Artinya apa ? setelah itu ia tidak boleh masuk doctoral sebelum mengajar satu tahun kemudian masuk doctoral dua tahun baru Drs, artinya apa ? bukan hanya soal waktu tapi pembentukan karakter  pengabdian ini yang penting dan lakukan itu dimanapun kamu berada, anak – anak kita dari Al-hikam baik yang di IAIN atau di luar negerti di Sudan, Yordan juga beberapa itu karena dia memberikan suatu pengabdian pada lingkungannya maka ia punya nilai lebih daripada mahasiswa yang diam saja. Dan insyaallah seberapa besarnya kamu itu, seberapa karyamu dan seberapa gunamu untuk orang lain. Ketika egoisme ini menyusut maka selesai sudah. Nah, tinggal bagaimana pengabdian itu dimanej dengan manajemen yang bagus.
Di Jakarta ada seorang muda, namanya Ary Ginanjar, saya termasuk mengagumi dia, sekalipun saya jauh lebih tua. Kenapa  ? dia  itu bisa mengabdi, kemudian memenej pengabdian itu dengan manajemen yang baik dan karena manejemen yang baik ia bisa membiayai pengabdiannya sendiri. Nah, kalau begini pengabdian tidak akan berhenti  karena pengabdian itu membiayai dirinya sendiri. Dakwah kemana-mana ISQ ke Malaysia, ke Brunei bahkan sekarang mulai ke Timur tengah. Itu dari mana biayanya ada buid manajemen itu dengan kegiatan dakwah itu sendiri dan itu saya kira itu sebuah prestasi luar biasa.
Biasanya orang mengabdi ngabisin duit tetapi ini dia mengabdi ngabisin tenaga dari eksesnya dari dampaknya mendapatkan biaya untuk melakukan pengabdian kembali . oleh karenanya di Jakarta beliau saya minya untuk memberikan kuliah  interprenersip,
Anak-anak  yang hafal quran  itu kan masih di dunia merasa sudah di surga. Sehingga logika -logika dunia ini   tidak dipakai, padahal yang surga itu masih nanti yang sekarang harus melakukan kegiatan manajemen duniawiyyah. Mulai  sekarang  dibuka, pikirannya, dimengertikan bahwa Allah memberikan kamu dengan profil seperti ini,  itu sebenarnya sudah cukup membiaya kamu sendiri untuk berjuang pada orang lain, untuk berprestasi dan untuk menuju khusnul katimah. Potensi  itu sudah diberikan Allah kepada masing-masing orang.  
Kalau sampai ada pengangguran disitu, berarti ia tidak optimal dalam menggunakan potensi itu atau potensi itu ditelantarkan. Mungkin  tangannya jalan, kakinya tidak jalan, kakinya jalan otaknya gak jalan. Otaknya jalan hatinya gak jalan hatinya sudah jalan pengabdiannya tidak ada.
Jadi prinsipnya kamu semua itu kamu semua itu oleh Allah diciptakan sudah siap untuk mengambil hak dan kebutuhanmu sendiri sementara Allah menyiapkan kebutuhan mu di sekitar ,
 )( Hud : 6 ) , وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
Cuma harus diambil tidak diantar. Atau tidak bisa Allah mengantar ? bisa.  karena ada mahkluknya yang diantar. Tidak disuruh ambil yaitu laba – laba. Ia tidak disuruh cari kesana kemari cukup berada dirumah sendiri kemudian akan ada rezeki datang tidak tahu lalat nempel sehingga kalau manusia tidak mau  mencari atau menunggu ( rezeki ) maka ia seperti laba laba . Dia spiderman.
Nah, ini wawasan ini penting menurut saya. Oleh karenanya tolong anak – anak  disini cari guru interprenersip secara rutin. Disana ini ( Depok ) , anak anak  hafal Alquran persepsinya sudah seperti itu bagaimana dibuka itu bukan sesuatu  yang gampang. Kadang kadang persepsinya sudah salah seakan akan orang mencari rizqi itu melanggar agama atau mengurangi kesalehan. Padahal mencari itu bagian dari kesalehan.  Jadi, kesalahan-kesalahan wawasan persepsi membuat kita menjadi mandul dan tidak bergerak apa apa.
Nah, ini semua ditata, kamu berada pada posisi zaman yang kurang menguntungkan. Dulu  mencari pekerjaan gampang sekarang semakin hari mencari sulit, dan yang sulit bukan hanya ekonomi hukum juga  kelihatannya menjadi bagian dari kekuasan dan uang,  pendidikan tidak melahirkan karakter, politik tidak melahirkan penataan  dan proteksi masyararat. Ekonomi tidak melahirkan pemerataan tapi eksplotasi dan pengangguran. Budaya tidak melahirkan etika tapi melahirkan kebebasan yang menuju hilangnya harga luhur kemanusian.
i.         Media sudah tidak sehat  
Kalau Iihat tv anak cingkrak2 begini begitu, itu dia sebanarnya mau menuju kemana. Seharusnya televisi kita mengapresiasi anak-anak yang berperstasi kemudian ada bimbingan tentang pertanian kan begitu mestinya tv yang sehat. Tapi kita kan tidak, media kita itu menjadi itu bagian industri bukan bagian dari eigtlitment masyarakat.
Sebenarnya saya kalau  diundang tv, sebetulnya  dalam hati malas. Tetapi kalau beberapa detik menit tidak dipakai ya semakin ambruk lagi. Ya akhirnya ya sudahlah adanya itu , tapi bagaimana ini dakwah kemudian break iklan kan, iklan nya itu iklan alat - alat fitness itu. Isinya orang gak katoan semua disitu. Itu bagaimana  ? jadi ada paradoksi disini, tapi apakah sama sekali tidak diisi, jadi media pun lebih banyak dia melakukan propokasi daripada melakukan pencerahan.
Jadi orang itu digiring  untuk melihat konflik tapi tidak digiring bagaimana mencari solusinya. Nah, dalam Negara yang seperti ini, kemudian pemimpinya juga tidak mengambil inisiatif untuk melakukan perapihan kenegaraan.  Dia   hanya ingin status pangkatnya tapi tidak ingin responsibilitinya, berarti Negara ini menuju ke arah yang tidak jelas.
Apalagi sekarang GBHN tiada ada, control tidak ada. Semua  dapat kebebasan artinya ibarat sebuah kapal di lautan lepas tanpa  kompas dan tanpa layar . Itu Indonesia, sehingga dari persoalan-persoalan terus tidak ada penyelesaian. Ditunggu selesainya kalau ketumpukan masalah lain . Jadi dibiarkan saja sudah selesai sendiri karena ketumpuan, ini ada kertas mestinya dibuang tapi karena ketumpuan begini tidak tahu dibawahnya ada kertas. Itu Indonesia.
j.         Mulai Disiplin Ibadah
Jadi kamu semua berhadapan dengan suasana yang  tidak menguntungkan kalau saya menghadapi suasana yg tidak menguntungkan saya  katakan saya menuju husnul khatimal tapi kamu akan menuju husnul bidayah. Permulaannya  harus cerah maka persiapannya harus double-double, persiapan amaliah agama, prestasi ilmiah kamu dan persiapan untuk mengabdi.
 Dengan kesiapan mengabdi maka kamu akan mengatur hidupmu sendiri. Allah swt tidak akan membiarkan orang yang mengabdi dalam keadaan lapar dahaga dan kekurangan. Mudah mudahan kamu semuanya mulai besok berdisiplin ibadah, dan ini tidak cukup amin harus mulai dilakukan. Kalau  tidak ( mau disiplin ) , diperingatkan, tidak lagi diperingatkan, 3 kali panggil ”kamu tetep disini atau diluar” karena itu percuma  tidak mungkin seluruh progam-progam  pendidikan berjalan baik tanpa disiplin dalam bidang ibadah dirasah dan disiplin dalam kedidupan pesantrenan dan ibadah. Mudah - mudahan Allah swt .melindungi kita sekalian.                                         
Transkip by : Sabiq A.Z.